Penasihat Menkomarinvest: 3M Dan 3T Sama Pentingnya Putus Penularan Covid-19
JAKARTA, -Penerapan praktik 3T (Tracing, Testing, Treatment) sama pentingnya dengan penerapan sikap 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak).
Kedua hal tersebut adalah upaya untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Hanya saja, penerapan praktik 3T masih perlu ditingkatkan pemahamannya di masyarakat, mengenang penduduk lebih mengenal 3M yang kampanyenya dilaksanakan terlebih dulu dan gencar.
Hal itu diungkapkan penasihat Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menkomarinvest), Monica Nirmala dalam Dialog Produktif bertema Optimisme Masyarakat terhadap 3T (Tracing, Testing, Treatment) yang diselenggarakan secara virtual oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (12/11).
Monica mengatakan, 3M banyak membahas tentang tugas kita selaku individu. Sementara 3T berbicara ihwal bagaimana kita menunjukkan notifikasi atau informasipada orang di sekeliling kita untuk berhati-hati.
“Makara memang ada satu proses yang tidak cuma melibatkan individu namun juga orang yang lebih banyak”, katanya
3T terdiri dari tiga kata ialah pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment). Monica mengungkapkan pemeriksaan dini menjadi penting agar bisa menerima perawatan dengan cepat.
Tak cuma itu, dengan mengetahui lebih cepat, kita mampu menyingkir dari peluangpenularan ke orang lain.
Lalu, pelacakan dilakukan pada kontak-kontak terdekat pasien kasatmata Covid-19. Setelah diidentifikasi oleh petugas kesehatan, kontak akrab pasien mesti melaksanakan isolasi atau menerima perawatan lebih lanjut.
“Seandainya dikala dilacak si kontak bersahabat memperlihatkan gejala, maka perlu dilakukan tes, kembali ke praktik pertama (testing)”, kata Monica.
Kemudian, perawatan akan dilaksanakan apabila seseorang faktual Covid-19. Jika didapatkan tidak ada gejala, maka orang tersebut mesti melakukan isolasi mampu berdiri diatas kaki sendiri di kemudahan yang telah ditunjuk pemerintah.
Sebaliknya, jika orang tersebut menawarkan tanda-tanda, maka para petugas kesehatan akan memperlihatkan perawatan di rumah sakit yang sudah ditunjuk pemerintah.
Hingga ketika ini, Monica mencatat ada tiga indikator yang menjadi standarisasi investigasi Covid-19 yaitu, jumlah spesimen, kecepatan hasil investigasi, dan rasio nyata. “Di Indonesia angka testing rata-rata mencapai 24.000-34.000 orang per hari”, terperinci Monica.
Dari sisi kapasitas laboratorium yang dimiliki Indonesia sangat mencukupi untuk melaksanakan pemeriksaan sesuai kriteria WHO. Kapasitas tes di laboratorium hampir 80.000.
Kendalanya justru pada individu, dikala seseorang menunjukkan gejala Covid-19, kontak eratnya takut untuk memeriksakan diri (testing).
“Setiap orang harus mengambil peranan untuk memutus rantai dengan berpartisipasi kooperatif menerapkan 3M dan 3T”, ujar Monica.
Sementara itu, Managing Director IPSOS Indonesia, Soeprapto Tan mengemukakan masih ada 29 persen masyarakat yang tidak paham tentang 3T.
Sebaliknya, 99 persen penduduk mengaku paham kepada 3M. Artinya, masih ada penduduk yang menilai perilaku 3M dan 3T yaitu dua hal yang terpisah padahal kenyataannya justru kedua hal tersebut diakuinya merupakan satu paket dalam memutus mata rantai penularan Covid-19.
“Kampanye 3M di awal-awal sangat kencang sekali dan terus berlangsung hingga sekarang. Jika 3M tidak berlangsung, maka 3T pasti akan lebih parah. Sekarang 3M sudah berjalan, saatnya kita mulai membahas 3T”, terperinci Soeprapto.
Selanjutnya Soeprapto mengemukakan salah satu aspek yang menghambat kampanye 3T adalah panik atas stigma masyarakat. Pemerintah perlu menghimbau masyarakat agar tidak mengucilkan pasien konkret Covid-19, namun memberikan santunan dan keprihatinan supaya stigma negatif di mata publik bisa menghilang.
Menurut Monica ada beberapa seni manajemen yang dilakukan pemerintah untuk memperkuat upaya pergantian sikap di masyarakat yaitu, kampanye 3M, sedangkan 3T dengan melakukan deteksi permulaan penyebaran Covid-19 dengan testing dan tracing yang tepat target, sementara untuk treatment pemerintah memperkuat administrasi perawatan pada pasien Covid-19.
Meskipun vaksin Covid-19 nantinya sudah ditemukan dan mampu didistribusikan, perilaku 3M dan 3T mesti tetap dilaksanakan.
“Kalau misalkan menerima vaksin Mei atau Juni (2021), kebiasan terhadap 3M dan 3T mesti tetap kita kerjakan hingga pemerintah betul-betul memperlihatkan isu bahwa Covid-19 telah tidak ada”, kata Soeprapto.
Monica pun menyertakan, 3M dan 3T sama pentingnya dan satu kesatuan. “Kita berusaha memutus mata rantai penularan Covid-19 dengan kita melindungi diri dan melindungi sesama”, tambah Monica.
“Saat ini 3M masih satu-satunya cara ‘vaksin’ paling ampuh. Kaprikornus kita mesti konsisten dan jangan lengah untuk melaksanakan 3M. Bersamaan dengan itu kita semua serta masyarakat harus mendukung pelaksanaan 3T, khususnya dalam hal testing. Karena kalau penduduk tidak mau melaksanakan testing, maka tracing tidak akan terjadi,” tutup Soeprapto.