-->

Penyandang Disabilitas Jawa Timur: Kita Jangan Dikasih Makan, Tetapi Pekerjaan

SURABAYA, – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Jawa Timur, Adi Kurnia Djuanto (54), meminta Pemerintah Kota Surabaya tidak butuhlagi memberi tunjangan kuliner terhadap para penyandang disabilitas.


Bagi para difabel, menurut dia, yang paling diperlukan adalah pekerjaan.


Ia mengatakan, utamanya di Surabaya, selama ini Pemerintah Kota cuma sibuk menjalankan acara dukungan sosial terhadap penyandang disabilitas yang sifatnya jangka pendek, seperti pemenuhan masakan bergizi setiap hari. Padahal menurutnya, keberlangsungan hidup para difabel kedepan jauh lebih penting.


“(Pemerintahan) Bu Risma ngasih maem (makan) ya. Dari pemerintah pusat juga telah (ada dukungan), namun tujuannya itu (semestinya) untuk kerja. Teman-sobat tujuannya, bantulah aku untuk kerja,” tutur Adi dikala dijumpai di kediamannya di Jalan Gadung 27 Wonokromo, Kota Surabaya, Jumat (4/12/2020).


Pria difabel yang setahun terakhir terkena strok ini menambahkan, bantuan sosial jangka pendek yang kerap diterima mitra-kawannya dinilai kurang mendidik.


Bantuan mirip itu, kata ia, justru membuat hidup penyandang disabilitas tergantung pada belas kasih orang lain. Sehingga stigma negatif sebagai pengemis pun harus rela mereka tanggung.


“Kita malah dianggap sebagai pengemis, orang minta-minta begitu. Kaprikornus bukan sekedar diberi makan. Kita jangan dikasih makan, tapi pekerjaan,” lanjutnya.


Adi, mantan pemilik warung kopi ini menyebut, dukungan pekerjaan yang bisa diberikan pemerintah terhadap penyandang disabilitas bisa dengan menawarkan gerobak barang jualan atau daerah perjuangan.


Harapannya, dengan pemberian tersebut, kaum difabel akan merasa lebih dihargai sebab mampu menyanggupi keperluan hidup sendiri tanpa belas kasih orang lain.


Diakui Adi, bekerjsama selama ini sudah ada perlindungan gerobak barang jualan yang diterima kelompoknya dari Badan Amil Zakat dan Sedekah (Baznas). Namun jumlahnya terbatas, itupun buah dari jerih payah DPD PPDI Jawa Timur dengan memberikan ajuan ajakan pemberian terlebih dahulu berkali-kali. Tanpa itu, ia pesimis bunyi penyandang disabilitas mampu didengar.


Bahkan dalam proses pengajuan usulan dikatakan Adi, pihaknya tak jarang menerima perlakuan diskriminasi, “Itu kita ke kantor (pemerintahan), itu dianggap oh wong disabilitas. Wes kasih Rp 25 ribu ngaleh wisan (pergi sudah). Kebanyakan begitu,” akunya.


Oleh alasannya itu pihaknya berharap, pemerintah bisa lebih peka akan kebutuhan para penyandang disabilitas dengan mengutamakan menunjukkan sumbangan pekerjaan dibandingkan dengan mensuplai kuliner sehari-hari mereka.


“Rata-rata teman-sobat begitu, pingin berkarya. Diregani (dihargai),” tutupnya.


 


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel