-->

Sidang Pkpu 16 Kreditur Pt Apim Di Surabaya Tuntas

SURABAYA,  – Sidang permintaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang (PKPU) yang diajukan 16 kreditur senilai Rp 463 miliar kepada PT Avila Prima Intra Makmur (APIM) karenanya tuntas.


Majelis hakim yang diketuai I Made Gede Subagia Astawa mengabulkan permohonan perdamaian yang diajukan termohon yakni PT APIM melalui kuasa hukumnya Alexander Arif.


Putusan itu dibacakan majelis hakim dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (19/4/2021).


Dalam putusannya majelis hakim menyatakan bahwa dari jumlah kreditur yang terdiri dari empat kreditur separatis dan 12 kreditur konkuren, bahwa menurut hasil voting tawaran disetujui oleh seratus persen kreditor separatis dan 99,75 persen kreditor konkuren.


Atas dasar itu sehingga majelis hakim menilai bahwa tidak ada argumentasi bagi pengadilan untuk menolak permohonan perdamaian tersebut.


Dalam pendapatputusan hakim disebutkan, semenjak permulaan telah dikerjakan perembukan dan duduk perkara perdamaian telah dirapatkan dengan pengawas dan didatangi semua kreditur dan tanggal 21 Maret 2021 telah diputus telah divoting. Hasilnya, seratus persen kreditor separatis dan 99,75 persen kreditor konkuren menyetujui perdamaian ini diwujudkan.


Hanya 0,25 persen atau satu orang kreditor konkuren saja yang tidak menyepakati. Karena homologasi telah tercipta maka PKPU mesti rampung.


Hakim juga menetapkan fee untuk pengelola ialah sebesar satu persen atau lebih tinggi yang diajukan termohon ialah 0,5 persen.


Hakim pun tak sependapat dengan pengajuan fee dari pengelola yaitu 5 persen, sebab menurut usulanhakim langkah-langkah kepengurusan yang selama ini berjalan tidak berat serta rentang waktu kepengurusannya yg tidak terlampau usang.


Usai sidang putusan ini digelar, pihak pemohon enggan berkomentar.


Sementara kuasa aturan termohon yakni Alexander Arief menyatakan bahwa putusan hakim memang telah layak alasannya memang PT APIM ini masih memiliki kemampuannya untuk melaksanakan kewajibannya terhadap para kreditur secara keseluruhan.


“Kalau pemohon yang diajukan ini hanya miss persepsi saja, hanya ada perbedaan penilaian saja sehingga munculan mirip ini (somasi),” ujar Alex.


Menurut Alex, perdamaian sebagaimana yang telah ditentukan hakim ini memang berdasarkan kesepakatan (100 persen kreditor separatis dan 99,75 persen kreditur konkuren). Artinya para kreditur masih yakin sarat pada PT APIM bahwa kedepannya masih mampu menyelesaikan seluruh hutang yang diajukan.


Untuk teknis pembayaran, lanjut Alex, juga telah dicantumkan dalam proposal yang diajukan PT APIM, khusus untuk kreditur separatis atau para bank yakni Bukopin, BCA, UOB dan Mandiri itu sesuai prosedur. Karena sebelum PT APIM ditetapkan selaku PKPU, hal itu sudah ada persetujuankredit. Maka itu yang dikerjakan pihaknya.


“Dan permintaan kita didalam proposal perdamaian ya kita lanjutin saja sesuai prosudur dan ternyata mereka menyetujui semua. Untuk tenggat waktu pembayaran, hal itu sesuai dengan kontrakkredit yang sudah diikatkan jauh hari sebelumnya. Dan bank Bukopin, BCA, UOB, Mandiri dan ini waktunya macam-macam alasannya adalah pengikatan tidak dihari yang sama,” beber Alex.


Bahkan ada yang jangka waktunya rampung dan tinggal perpanjangan, namun alasannya waktu itu pengelola tidak ada yang mensuport utnuk perpanjangan itu sehingga tidak jadi perpanjangan.


Kalau dengan kreditur konkuren ada dua tahun, tiga tahun sesuai dengan proposal yang kita olok-olokan. Khusus pemohon ialah Agus Wibisono dan kreditor lain yaitu Kentjana Widjaja yang mengajukan permohonan PKPU, PT APIM dalam proposalnya menawarkan pembayaran secara lunas satu hari kerja sesudah akreditasi perdamaian.


Terkait fee pengelola yang disetujui hakim sebesar satu persen, Alex berpendapat bahwa nilai itu lebih besar dari yang mesti terselesaikan hutang pokok kepada pemohon PKPU adalah satu pemohon Rp 1,5 miliar dan satunya Rp 1,7 miliar jadi total Rp 3,2 miliar. Sementara fee pengelola satu persen dari nilai yakni Rp 4 miliar.


“Sebenarnya fee 0,5 sudah cukup ideal yakni Rp 2 miliar. Selain itu, debitur juga diwajibkan membayar ongkos pengurusan sebagai acuan riwa-riwi dari Jakarta karena ada pengelola yang bertempat tinggal di Jakarta sebesar Rp 361 juta untuk ongkos fasilitas, angkutanitu dibebankan ke debitur. Jadi total yang harus dibayarkan ke pengurus yaitu Rp 4,63 miliar,” tutupnya.


 


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel