-->

Soal Laporan Din Syamsuddin, Pw Muhammadiyah Jatim: Demokrasi Sudah Mati

SURABAYA, – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Muhammad Sirajuddin Syamsuddin atau lebih diketahui dengan Din Syamsuddin, dilaporkan oleh Gerakan Anti Radikalisme alumni Institut Teknologi Bandung (GAR-ITB) ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).


Pelaporan dilaksanakan alasannya adalah GAR-ITB menganggap Din Syamsuddin diduga sudah melanggar sejumlah prinsip kepegawaian dalam kapasitasnya sebagai Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah.


Atas pelaporan itu, PW Muhammadiyah Jawa Timur pun bersuara. Pihaknya mengganggap langkah GAR-ITB merupakan upaya penguasa untuk membungkam Din Syamsuddin dari sikap kritisnya. Dan hal ini selaku mengambarkan demokrasi di Indonesia sudah mati.


“Itu tanda-tanda demokrasi telah mati. Karena setiap sikap kritis dimaknai anti (pemerintah),” ujar Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur, Nadjib Hamid, terhadap , Senin (15/2/2021).


Nadjib menyampaikan, setiap kritikan yang disampaikan aneka macam pihak terhadap pemerintah akhir-akhir ini, senantiasa disertai laporan-laporan, bully hingga persekusi seolah-olah pengkritik anti kepada pemerintah. Jika kondisi ini terus dibiarkan, beliau cemas demokrasi di Indonesia yang susah payah dibangun akan hancur.


“Bisa hancur demokrasi di negeri ini, bisa porak poranda,” lanjutnya


Perbedaan pertimbangan dibilang Nadjib, ialah hal lumrah terjadi di negara Indonesia yang menganut metode demokrasi. Sehingga menurut ia pemerintah sepantasnya menghargai setiap silang usulan yang terjadi. Bukan justru menstigmatisasi pengkritik sebagai seorang radikal hingga ada upaya kriminalisasi.


Sebuah kritikan lanjut dia, ialah cara warga memberi masukan kepada pemerintah semoga kebijakan yang dijalankan menjadi lebih baik.


“Kan pemerintah ini melaksanakan amanah. Negara ini negara demokrasi, biasakan beda usulan,” tandasnya.


Apabila pemerintah keberatan dikritik, maka beliau memastikan perlahan negara yang dipimpin akan hancur. Pun dengan sang pemimpin, di final kepemimpinan niscaya akan dinistakan.


Nadjib lalu memberi acuan berdasar sejarah Islam yang pernah terjadi. Seperti kisah Firaun, Qarun serta Namrud yang memiliki kekuasaan hebat namun pada alhasil tercampakkan.


Begitu pula di Indonesia, sejarah mencatat penguasa anti kritik juga bernasib nahas di ujung kekuasaannya.


“Bagaimana dahulu Pak Hamka (Buya Hamka) dinistakan. Orang yang menistakan juga menerima hukuman sebelum mati,” ucap Nadjib.


Oleh sebab itu, Nadjib menjelaskn pihaknya akan terus berada di belakang Din Syamsuddin untuk memberi pinjaman moril menghadapi pelaporan GAR-ITB. Serta memastikan selalu konsisten mengkritik pemerintah bila ada kebijakan yang dianggap melenceng.


Sebab terang dia, prinsip Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat yang memegang teguh desain amar maruf nahi munkar.


“Muhammadiyah ndak peduli pemerintah siapa, sebab itu merupakan tanggung jawab Muhammadiya dalam konteks nahi munkar,” pungkas Nadjib.


Sekedar dikenali, Din Syamsuddin di beberapa kesempatan kerap melontarkan kritikan terhadap pemerintahan Joko Widodo. Diantaranya soal Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) yang dianggap pemerintah mengusik stabilitas nasional sehingga aksinya sering dipadamkan. Atas langkah-langkah itu Din mewakili Presidium KAMI menyuarakan pentingnya keterbukaan pemerintah dalam menghadapi kemunculan Ormas karena dilindungi undang-undang.


Kemudian soal UU Cipta Kerja. Din menganggap pemerintah dan dewan perwakilan rakyat terlalu terburu-buru mengesahkan aturan tersebut.


Teranyar, cendekiawan sekaligus mantan delegasi khusus Presiden tersebut juga pernah memprotes pemerintah yang menuding KAMI sebagai dalang kerusuhan UU Cipta Kerja.


Berikut enam poin pelanggaran yang dituduhkan GAR-ITB terhadap Din Syamsuddin mirip dilansir dari berbagai sumber.


Pertama, Din dinilai bersikap konfrontatif kepada forum negara dan keputusannya.


Kedua, Din dinilai mendiskreditkan pemerintah dan menstimulasi perlawanan kepada pemerintah yang berisiko terjadinya proses disintegrasi negara.


Ketiga, Din dinilai melaksanakan framing menyesatkan pengertian masyarakat dan menciderai kredibilitas pemerintah. Keempat, Din dinilai menjadi pimpinan dari kelompok beroposisi pemerintah.


Kelima, Din dinilai mengembangkan kebohongan, melontarkan fintah.


Dan keenam, Din dianggap mengagitasi publik biar bergerak melakukan perlawanan terhadap pemerintah.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel