Masih Ada Potensi Di Dalam Permen Nomer P. 20 Tahun 2018 - Kiat Dan Bisnis Seputar Burung
Data dari aneka macam sumber menerangkan ,Selama 25 tahun terakhir , keadaan populasi burung di Indonesia kian memprihatinkan. Dari total 1.666 spesies burung yang ada di Indonesia , 17 persennya terancam punah. Penyebabnya banyak ,mulai dari pembalakan hutan secara liar ,pengambilan burung di alam untuk d ekspor dan juga untuk para penghoby burung di indonesia sendiri yang dari 25 tahun terahir terus meningkat.puncaknya kini ini dengan banyaknya lomba burung di seluruh penjuru negri di tuding selaku penyebabnya.Namun ,Benarkah lomba burung turut memunculkan punahnya burung di negri tersayang ini? Baru-baru ini , pemerintah bahkan mengeluarkan peraturan gres yakni Permen Nomer P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa dilindungi. Peraturan ini mengambil alih Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3803).
Pada awalnya , penggemar burung berkicau di negri ini(kicau mania) hirau kepada peraturan pemerintah kepada burung dilindungi. Buktinya , penjarahan masih tetap marak kepada burung dilindungi mirip Burung Madu atau Sunbird (kicaumania Indonesia banyak menyebutnya Kolibri walau gotong royong bukan)tetapi alhamdulilah untuk kolibri ninja (konin) yang ahir-ahir ini sedang ramai baik di komunitas online dan perlombaan tidak masuk dalam permen nomer P. 20 tersebut(padahal dalam aturan pemerintah no 7 tahun 1999 tergolong burung di lindungi.Pleci (Zosterops) , Branjangan (Mirafra Javanica) dan lain sebagainya baik untuk dipelihara maupun dikonteskan.Namun kenapa dengan hadirnya Permen gres yang diberlakukan per bulan Juli ini seakan-akan banyak yang merasa terancam? Penyebabnya , dalam peraturan ini , pemerintah memasukkan daftar gres dimana jenis-jenis burung tersebut sedang menjadi primadona dalam perlombaan burung berkicau. Di antaranya Murai Batu atau Kucica Hutan (Copsychus Malabaricus) , Cucak Ijo (Chloropsis Sonnerati) , Cucak Rawa (Pycnonotus Zeylanicus) , dan Jalak Suren (Gracupica Contra).
Keresahan kicaumania ini memang wajar. Sebab , bisa jadi burung jenis tersebut , khususnya Murai Batu , sudah ada jutaan ekor di tangan kicaumania. Bahkan , tak sedikit yang sudah merogoh kocek sungguh dalam untuk memelihara jenis burung itu , khususnya yang mutu lomba. Selain takut disita , ditambah ada bahaya hukuman bagi yang sengaja melaksanakan pelanggaran kepada ketentuan itu berupa pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta. Kemudian bagi yang dianggap gegabah melanggarnya maka bisa disanksi pidana optimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.Keresahan itu tidak cuma merasuki kicaumania , para pelaku bisnis di dunia kegemaran burung berkicau pun turut kebakaran jenggot. Lumrah , lantaran lahan bisnis mereka niscaya terusik. Omset yang jutaan bahkan miliaran rupiah terancam turun drastis. Sebut saja para pedagang burung , pedagang/pengrajin kandang beserta aksesoris , pedagang pakan dan obat-obatan hingga Event Organizer (EO) yang kerap menggelar lomba burung berkicau.
Peraturan kontroversial ini mendapat respon pro dan kontra di lingkungan kicaumania. Ada yang mendukungnya dengan argumentasi demi kelestarian burung di alam , ada pula yang menentangnya lantaran sudah dianggap berbincang efek perekonomian kepada penduduk , kicaumania khususnya.Benarkah peraturan yang keluar di rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang notabene pecinta burung juga ini menjadi bahaya bagi kicaumania? Atau justru menjadi potensi tersendiri bagi penduduk kicaumania?Tentu saja pemerintah mengeluarkan peraturan tersebut bukan tanpa sebab. Jenis-jenis burung Indonesia pada di saat ini banyak yang mengalami bahaya kepunahan. Apalagi , kelestarian burung sungguh kokoh kepada kelestarian hutan. Tentu saja kerusakan hutan banyak sekali penyebabnya.
Perubahan-perubahan lingkungan khususnya jawaban pembukaan lahan menghasilkan jenis-jenis burung tersebut tidak sanggup bertahan. Meskipun burung mempunyai tingkat mobilitas yang tinggi , tidak serta merta menjadikannya sanggup bertahan. Luasnya habitat burung yang rusak menjadikannya tetap mengalami tekanan.Belum ditambah jumlah areal luasan hutan yang makin menyusut dengan adanya acara illegal loging maupun izin pemanfaatan hutan secara tak terkendali sanggup mengancam eksistensi fauna burung juga.
Kerusakan hutan di Indonesia cukup memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup , minimal 1 ,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia , 42 juta hektar di antaranya sudah habis ditebang.Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan kerusakan habitat , yakni kesadaran insan yang rendah tentang fungsi hutan , dan perilaku serakah menjarah hutan untuk kepentingan sesaat lah yang menjadi permasalahan utama.Seiring dengan rusaknya hutan , populasi burung juga ikut menurun. Kemampuan bertahan yang menurun menghasilkan angka maut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan angka kelahiran pada jenis-jenis burung tertentu. Lambat laun populasi jenis-jenis burung tersebut terus menurun hingga angka terendah.
Menurunnya populasi burung ini memunculkan banyak jenis burung menjadi terancam diambang kepunahan , serta menempatkan Indonesia selaku negara yang spesies burungnya paling banyak terancam punah.Untuk melindungi habitat spesies burung , pemerintah Indonesia gotong royong sudah melaksanakan aneka macam upaya. Di antaranya ekspansi tempat konservasi , baik berupa tempat pelestarian alam , tempat suaka alam , maupun hutan lindung. Meskipun ekspansi tempat konservasi ini tidak seimbang dengan laju kerusakan hutan.Untuk mengurangi kerusakan hutan yang terjadi , banyak faktor yang mesti dibenahi. Dimulai dari ekonomi penduduk , kesadartahuan penduduk tentang pentingnya menjaga hutan , Perundangan yang pro dengan menjaga lingkungan (hutan) , Sistem aturan yang tegas dalam penanganan kasus , dan ilmu wawasan yang berkhasiat dalam upaya konservasi hutan.
Sayangnya , upaya yang berniat untuk menangkal kepunahan jenis burung tertentu itu , terbentur oleh kenyataan sosial-ekonomi masyarakat. Inginnya melindungi supaya jangan punah , namun jikalau perut lapar , sulit juga. Di sinilah pemerintah mesti berperan untuk mensejahterahkan masyarakatnya. Kalau tidak , kepunahan tidak dapat dibendung lagi.Kondisi inilah yang menghasilkan kicaumania timbul memainkan kiprahnya mirip malaikat penyelamat. Alih-alih demi melestarikan burung-burung yang terimbas penjarahan hutan , kicaumania berbincang diri untuk memelihara burung-burung tersebut.Memang benar adanya , di tangan kicaumania burung-burung tersebut terawat dengan baik. Selain untuk didengarkan ocehan merdunya , tak sedikit burung-burung ini dikembangbiakan dengan menangkarnya.
Fenomena berkembangnya dunia perburungan yang berubah menjadi menjadi industri perburungan rupanya banyak menguras kalangan. Baik penduduk kecil , usahawan , anggota Dewan , Pemimpin Daerah hingga Presiden. Bisa dibilang saban hari ada lomba burung berkicau baik skala latihan bareng (latber) , latihan prestasi (latpres) , lomba regional hingga lomba nasional.Maraknya lomba burung ini tentunya membuka lapangan pekerjaan dan lapangan kerja keras bagi masyarakat. Mereka bisa ternak jangkrik , mencari kroto masakan burung dan obat-obatan , pengrajin buat kandang , bisnis EO , profesi juri , hingga merambah bisnis media. Belum ditambah UMKM yang turut menikmati efek ekonominya dari lomba burung. Namun , juga menjadi pemicu maraknya penangkapan burung di hutan seiring dengan tingginya usul kicaumania.
Sebelumnya , Kepala Negara mengutarakan cita-cita , bahwa penangkaran burung di Indonesia selain untuk menjaga spesies burung dari kepunahan , sanggup menumbuhkan ekonomi kerakyatan , mengingat banyaknya penggemar maupun komunitas burung di Tanah Air. Bahkan orang nomer satu RI ini sempat mengutarakan ada perputaran duit sebesar Rp 1 ,7 triliun. Itu belum perputaran duit acara illegalnya.Dilema ini terjadi pada setiap hal yang melibatkan kepentingan para environmentalist versus economist. Dua sudut pandang yang sering sulit dipertemukan.
Sebab , kemajuan ekonomi itu sungguh penting , akan namun kebahagiaan yang mau kita sanggup dengan mempunyai lingkungan alam yang lestari juga tidak kalah pentingnya. Dua hal tersebut mesti berjalan beriringan tanpa mengorbankan salah satunya.Saya pribadi , menganggap dengan adanya Permen Nomer P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 ini justru akan berbincang angin segar bagi kicaumania. Permen ini akan menjadi penyelamat keberlangsungan dunia kegemaran burung berkicau. Perekonomian di dunia kegemaran ini juga akan kian meningkat. Itu bila kita bisa bijak membaca peluang-peluangnya. Dan yang terpenting , organisasi-organisasi perburungan mesti bisa memainkan peranannya , tidak cuma menimbang-nimbang isi perutnya.
Bagaimana bisa jadi penyelamat? Pasalnya peraturan ini masih berbincang kebebasan dengan memperbolehkan burung-burung tersebut dilombakan. Tentu saja dengan kriteria mesti dari penangkaran.Dengan begitu , para penangkar akan lebih semangat lagi untuk menyebarkan tangkarannya. Sebab ada jaminan produknya akan terserap bila lomba burung jenis itu diwajibkan hasil penangkaran. Diketahui , selama ini tak sedikit para penangkar yang kesulitan memasarkan hasil produknya lantaran kalah berkompetisi dengan burung muda hutan atau burung yang diimpor dari negara tetangga.Hal ini juga niscaya akan menyebabkan lahirnya penangkar-penangkar baru. Apalagi , dengan kian meningkatnya usul burung hasil penangkaran , tentunya akan mendongkrak nilai ekonominya menjadi bagus.
Bila ini berjalan tanpa hambatan , sudah niscaya segala faktor bisnis dalam kegemaran burung berkicau tetap berjalan. Malah bisa jadi makin meningkat. Sebab makin banyaknya penangkar , makin banyaknya kicaumania yang mau lebih gampang mendapat burung tersebut dibandingkan dari Alam yang kian langka dan kian mahal. Baik itu pedagang kandang , pakan burung , peternak jangkrik berpotensi mendapat usul lebih banyak.Lalu bagaimana dengan dunia lombanya? Apakah akan makin sepi peserta? Bisa jadi benar bisa jadi salah. Namun fakta mengambarkan lomba yang digelar salah satu organisasi perburungan (Pelestari Burung Indonesia/PBI) yang membuka kelas khusus ring senantiasa ramai peminat. Justru dengan kian banyaknya dibuka kelas khusus ring , akan menghasilkan para penangkar semangat berlomba-lomba mencetak burung dengan mutu bagus.
Hal ini tentunya secara pribadi atau tidak pribadi turut menangkal masuknya burung-burung impor dari negara tetangga. Ini yang mesti dimengerti kicaumania , masuknya burung impor tersebut cuma akan berbincang efek negatif. Tidak cuma bisa menghancurkan kemurnian galur burung endemik Indonesia , namun juga sama sekali tidak berbincang efek positif kepada perekonomian. Yang ada cuma makin marak penyelundupan dan makin mempertebal isi dompet importir saja.Jangan hingga Indonesia cuma dijadikan pangsa pasar negara-negara tersebut. Sedangkan di negara mereka sendiri peraturannya sudah ketat. Di Malaysia misalnya , untuk memelihara Murai Batu mesti mengantongi surat izin. Begitu juga untuk perlombaan , mesti burung-burung yang sudah pegang Surat legalitas.
Bisa dimaklumi bagi kicaumania yang sudah kadung memelihara hasil tangkapan hutan menjadi galau. Bagaimana nasib burungnya? Akankah disita pemerintah? Atau malah pemiliknya akan dipidanakan? Tentu saja iya , bila kicaumania melanggar aturannya. Namun bersyukur dalam aturan tersebut penghobi diberikan potensi untuk memeliharanya. Di sinilah kicaumania diuji sejauh mana kecintaannya kepada burung berkicau. Kicaumania dibutuhkan untuk mengorganisir perizinannya memelihara burung yang dilindungi. Atau kicaumania diminta keikhlasannya untuk turut menangkar burung yang sudah kadung dipelihara.
Bila tidak ada waktu atau tidak mengetahui bagaimana menangkar , bisa dikerjasamakan dengan penangkar di sekeliling Anda. Atau dapat juga bagi yang mempunyai perawat burung , sang perawat bisa diberdayakan untuk menangkar.Bagaimana dengan ribetnya proses perizinannya? Bisa dimaklumi bila kicaumania ada rasa alergi mempunyai problem dengan instansi pemerintah. Mungkin sebelum melakukannya sudah dihantui panik mempunyai problem dengan oknum yang tidak bertanggung jawab. Dibutuhkan tugas organisasi perburungan yang dibutuhkan bisa mewadahi kicaumania dalam mengajukan izin penangkaran. Langkah ini juga dibutuhkan untuk menyingkir dari ulah oknum tersebut.
Dari klarifikasi di atas yang di ambil dari sumber di grup-grup media lazim dan sedikit di edit ,seharusnya kicau mania tetap berbesar hati ,karena masih banyak potensi kerja keras di dalam peraturan gres tersebut.mari dukung permen nomer P. 20 tahun 2018 , sehingga burung di alam tetap tersadar mirip sedia kala dan kita para penghoby dan peternak burung tetap danpat menikmati hasilnya.meski mesti membayar untuk sanggup memelihara dan menangkarkan burung yang terdaftar dalam permen nomer P. 20 tahun 2018.
Salam kicau mania....
Pada awalnya , penggemar burung berkicau di negri ini(kicau mania) hirau kepada peraturan pemerintah kepada burung dilindungi. Buktinya , penjarahan masih tetap marak kepada burung dilindungi mirip Burung Madu atau Sunbird (kicaumania Indonesia banyak menyebutnya Kolibri walau gotong royong bukan)tetapi alhamdulilah untuk kolibri ninja (konin) yang ahir-ahir ini sedang ramai baik di komunitas online dan perlombaan tidak masuk dalam permen nomer P. 20 tersebut(padahal dalam aturan pemerintah no 7 tahun 1999 tergolong burung di lindungi.Pleci (Zosterops) , Branjangan (Mirafra Javanica) dan lain sebagainya baik untuk dipelihara maupun dikonteskan.Namun kenapa dengan hadirnya Permen gres yang diberlakukan per bulan Juli ini seakan-akan banyak yang merasa terancam? Penyebabnya , dalam peraturan ini , pemerintah memasukkan daftar gres dimana jenis-jenis burung tersebut sedang menjadi primadona dalam perlombaan burung berkicau. Di antaranya Murai Batu atau Kucica Hutan (Copsychus Malabaricus) , Cucak Ijo (Chloropsis Sonnerati) , Cucak Rawa (Pycnonotus Zeylanicus) , dan Jalak Suren (Gracupica Contra).
Keresahan kicaumania ini memang wajar. Sebab , bisa jadi burung jenis tersebut , khususnya Murai Batu , sudah ada jutaan ekor di tangan kicaumania. Bahkan , tak sedikit yang sudah merogoh kocek sungguh dalam untuk memelihara jenis burung itu , khususnya yang mutu lomba. Selain takut disita , ditambah ada bahaya hukuman bagi yang sengaja melaksanakan pelanggaran kepada ketentuan itu berupa pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta. Kemudian bagi yang dianggap gegabah melanggarnya maka bisa disanksi pidana optimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.Keresahan itu tidak cuma merasuki kicaumania , para pelaku bisnis di dunia kegemaran burung berkicau pun turut kebakaran jenggot. Lumrah , lantaran lahan bisnis mereka niscaya terusik. Omset yang jutaan bahkan miliaran rupiah terancam turun drastis. Sebut saja para pedagang burung , pedagang/pengrajin kandang beserta aksesoris , pedagang pakan dan obat-obatan hingga Event Organizer (EO) yang kerap menggelar lomba burung berkicau.
Peraturan kontroversial ini mendapat respon pro dan kontra di lingkungan kicaumania. Ada yang mendukungnya dengan argumentasi demi kelestarian burung di alam , ada pula yang menentangnya lantaran sudah dianggap berbincang efek perekonomian kepada penduduk , kicaumania khususnya.Benarkah peraturan yang keluar di rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang notabene pecinta burung juga ini menjadi bahaya bagi kicaumania? Atau justru menjadi potensi tersendiri bagi penduduk kicaumania?Tentu saja pemerintah mengeluarkan peraturan tersebut bukan tanpa sebab. Jenis-jenis burung Indonesia pada di saat ini banyak yang mengalami bahaya kepunahan. Apalagi , kelestarian burung sungguh kokoh kepada kelestarian hutan. Tentu saja kerusakan hutan banyak sekali penyebabnya.
Perubahan-perubahan lingkungan khususnya jawaban pembukaan lahan menghasilkan jenis-jenis burung tersebut tidak sanggup bertahan. Meskipun burung mempunyai tingkat mobilitas yang tinggi , tidak serta merta menjadikannya sanggup bertahan. Luasnya habitat burung yang rusak menjadikannya tetap mengalami tekanan.Belum ditambah jumlah areal luasan hutan yang makin menyusut dengan adanya acara illegal loging maupun izin pemanfaatan hutan secara tak terkendali sanggup mengancam eksistensi fauna burung juga.
Kerusakan hutan di Indonesia cukup memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup , minimal 1 ,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia , 42 juta hektar di antaranya sudah habis ditebang.Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan kerusakan habitat , yakni kesadaran insan yang rendah tentang fungsi hutan , dan perilaku serakah menjarah hutan untuk kepentingan sesaat lah yang menjadi permasalahan utama.Seiring dengan rusaknya hutan , populasi burung juga ikut menurun. Kemampuan bertahan yang menurun menghasilkan angka maut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan angka kelahiran pada jenis-jenis burung tertentu. Lambat laun populasi jenis-jenis burung tersebut terus menurun hingga angka terendah.
Menurunnya populasi burung ini memunculkan banyak jenis burung menjadi terancam diambang kepunahan , serta menempatkan Indonesia selaku negara yang spesies burungnya paling banyak terancam punah.Untuk melindungi habitat spesies burung , pemerintah Indonesia gotong royong sudah melaksanakan aneka macam upaya. Di antaranya ekspansi tempat konservasi , baik berupa tempat pelestarian alam , tempat suaka alam , maupun hutan lindung. Meskipun ekspansi tempat konservasi ini tidak seimbang dengan laju kerusakan hutan.Untuk mengurangi kerusakan hutan yang terjadi , banyak faktor yang mesti dibenahi. Dimulai dari ekonomi penduduk , kesadartahuan penduduk tentang pentingnya menjaga hutan , Perundangan yang pro dengan menjaga lingkungan (hutan) , Sistem aturan yang tegas dalam penanganan kasus , dan ilmu wawasan yang berkhasiat dalam upaya konservasi hutan.
Sayangnya , upaya yang berniat untuk menangkal kepunahan jenis burung tertentu itu , terbentur oleh kenyataan sosial-ekonomi masyarakat. Inginnya melindungi supaya jangan punah , namun jikalau perut lapar , sulit juga. Di sinilah pemerintah mesti berperan untuk mensejahterahkan masyarakatnya. Kalau tidak , kepunahan tidak dapat dibendung lagi.Kondisi inilah yang menghasilkan kicaumania timbul memainkan kiprahnya mirip malaikat penyelamat. Alih-alih demi melestarikan burung-burung yang terimbas penjarahan hutan , kicaumania berbincang diri untuk memelihara burung-burung tersebut.Memang benar adanya , di tangan kicaumania burung-burung tersebut terawat dengan baik. Selain untuk didengarkan ocehan merdunya , tak sedikit burung-burung ini dikembangbiakan dengan menangkarnya.
Fenomena berkembangnya dunia perburungan yang berubah menjadi menjadi industri perburungan rupanya banyak menguras kalangan. Baik penduduk kecil , usahawan , anggota Dewan , Pemimpin Daerah hingga Presiden. Bisa dibilang saban hari ada lomba burung berkicau baik skala latihan bareng (latber) , latihan prestasi (latpres) , lomba regional hingga lomba nasional.Maraknya lomba burung ini tentunya membuka lapangan pekerjaan dan lapangan kerja keras bagi masyarakat. Mereka bisa ternak jangkrik , mencari kroto masakan burung dan obat-obatan , pengrajin buat kandang , bisnis EO , profesi juri , hingga merambah bisnis media. Belum ditambah UMKM yang turut menikmati efek ekonominya dari lomba burung. Namun , juga menjadi pemicu maraknya penangkapan burung di hutan seiring dengan tingginya usul kicaumania.
Sebelumnya , Kepala Negara mengutarakan cita-cita , bahwa penangkaran burung di Indonesia selain untuk menjaga spesies burung dari kepunahan , sanggup menumbuhkan ekonomi kerakyatan , mengingat banyaknya penggemar maupun komunitas burung di Tanah Air. Bahkan orang nomer satu RI ini sempat mengutarakan ada perputaran duit sebesar Rp 1 ,7 triliun. Itu belum perputaran duit acara illegalnya.Dilema ini terjadi pada setiap hal yang melibatkan kepentingan para environmentalist versus economist. Dua sudut pandang yang sering sulit dipertemukan.
Sebab , kemajuan ekonomi itu sungguh penting , akan namun kebahagiaan yang mau kita sanggup dengan mempunyai lingkungan alam yang lestari juga tidak kalah pentingnya. Dua hal tersebut mesti berjalan beriringan tanpa mengorbankan salah satunya.Saya pribadi , menganggap dengan adanya Permen Nomer P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 ini justru akan berbincang angin segar bagi kicaumania. Permen ini akan menjadi penyelamat keberlangsungan dunia kegemaran burung berkicau. Perekonomian di dunia kegemaran ini juga akan kian meningkat. Itu bila kita bisa bijak membaca peluang-peluangnya. Dan yang terpenting , organisasi-organisasi perburungan mesti bisa memainkan peranannya , tidak cuma menimbang-nimbang isi perutnya.
Bagaimana bisa jadi penyelamat? Pasalnya peraturan ini masih berbincang kebebasan dengan memperbolehkan burung-burung tersebut dilombakan. Tentu saja dengan kriteria mesti dari penangkaran.Dengan begitu , para penangkar akan lebih semangat lagi untuk menyebarkan tangkarannya. Sebab ada jaminan produknya akan terserap bila lomba burung jenis itu diwajibkan hasil penangkaran. Diketahui , selama ini tak sedikit para penangkar yang kesulitan memasarkan hasil produknya lantaran kalah berkompetisi dengan burung muda hutan atau burung yang diimpor dari negara tetangga.Hal ini juga niscaya akan menyebabkan lahirnya penangkar-penangkar baru. Apalagi , dengan kian meningkatnya usul burung hasil penangkaran , tentunya akan mendongkrak nilai ekonominya menjadi bagus.
Bila ini berjalan tanpa hambatan , sudah niscaya segala faktor bisnis dalam kegemaran burung berkicau tetap berjalan. Malah bisa jadi makin meningkat. Sebab makin banyaknya penangkar , makin banyaknya kicaumania yang mau lebih gampang mendapat burung tersebut dibandingkan dari Alam yang kian langka dan kian mahal. Baik itu pedagang kandang , pakan burung , peternak jangkrik berpotensi mendapat usul lebih banyak.Lalu bagaimana dengan dunia lombanya? Apakah akan makin sepi peserta? Bisa jadi benar bisa jadi salah. Namun fakta mengambarkan lomba yang digelar salah satu organisasi perburungan (Pelestari Burung Indonesia/PBI) yang membuka kelas khusus ring senantiasa ramai peminat. Justru dengan kian banyaknya dibuka kelas khusus ring , akan menghasilkan para penangkar semangat berlomba-lomba mencetak burung dengan mutu bagus.
Hal ini tentunya secara pribadi atau tidak pribadi turut menangkal masuknya burung-burung impor dari negara tetangga. Ini yang mesti dimengerti kicaumania , masuknya burung impor tersebut cuma akan berbincang efek negatif. Tidak cuma bisa menghancurkan kemurnian galur burung endemik Indonesia , namun juga sama sekali tidak berbincang efek positif kepada perekonomian. Yang ada cuma makin marak penyelundupan dan makin mempertebal isi dompet importir saja.Jangan hingga Indonesia cuma dijadikan pangsa pasar negara-negara tersebut. Sedangkan di negara mereka sendiri peraturannya sudah ketat. Di Malaysia misalnya , untuk memelihara Murai Batu mesti mengantongi surat izin. Begitu juga untuk perlombaan , mesti burung-burung yang sudah pegang Surat legalitas.
Bisa dimaklumi bagi kicaumania yang sudah kadung memelihara hasil tangkapan hutan menjadi galau. Bagaimana nasib burungnya? Akankah disita pemerintah? Atau malah pemiliknya akan dipidanakan? Tentu saja iya , bila kicaumania melanggar aturannya. Namun bersyukur dalam aturan tersebut penghobi diberikan potensi untuk memeliharanya. Di sinilah kicaumania diuji sejauh mana kecintaannya kepada burung berkicau. Kicaumania dibutuhkan untuk mengorganisir perizinannya memelihara burung yang dilindungi. Atau kicaumania diminta keikhlasannya untuk turut menangkar burung yang sudah kadung dipelihara.
Bila tidak ada waktu atau tidak mengetahui bagaimana menangkar , bisa dikerjasamakan dengan penangkar di sekeliling Anda. Atau dapat juga bagi yang mempunyai perawat burung , sang perawat bisa diberdayakan untuk menangkar.Bagaimana dengan ribetnya proses perizinannya? Bisa dimaklumi bila kicaumania ada rasa alergi mempunyai problem dengan instansi pemerintah. Mungkin sebelum melakukannya sudah dihantui panik mempunyai problem dengan oknum yang tidak bertanggung jawab. Dibutuhkan tugas organisasi perburungan yang dibutuhkan bisa mewadahi kicaumania dalam mengajukan izin penangkaran. Langkah ini juga dibutuhkan untuk menyingkir dari ulah oknum tersebut.
Dari klarifikasi di atas yang di ambil dari sumber di grup-grup media lazim dan sedikit di edit ,seharusnya kicau mania tetap berbesar hati ,karena masih banyak potensi kerja keras di dalam peraturan gres tersebut.mari dukung permen nomer P. 20 tahun 2018 , sehingga burung di alam tetap tersadar mirip sedia kala dan kita para penghoby dan peternak burung tetap danpat menikmati hasilnya.meski mesti membayar untuk sanggup memelihara dan menangkarkan burung yang terdaftar dalam permen nomer P. 20 tahun 2018.
Salam kicau mania....