-->

Bentuk Toleransi Antar-Umat Beragama, Klenteng Di Jember Ini Pekerjakan Warga Beda Dogma

JEMBER, -Ada yang cukup menarik dikala perayaan Tahun Baru Imlek di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) atau Klenteng Pay Lien San, di Desa Glagahwero, Kecamatan Panti, Jumat (12/2/2021).


Sebab daerah ibadah ternyata memberdayakan warga setempat yang bukan penganut Tri Dharma selaku tenaga sekuriti klenteng. Dialah Miroso. Pria umur sekitar 45 tahun itu telah puluhan tahun melakukan pekerjaan di Klenteng Pay Lien San. Bahkan untuk kunci Klenteng pun dipercayakan kepadanya.


“Saya bekerja di Klenteng ini semenjak masih akil balig cukup akal, sekitar tahun 1979. Bahkan tidak cuma aku, namun pekerjaan kaitannya kebersihan Klenteng juga dibantu oleh istri saya,” kata Miroso, Jumat (12/2/2021).


Bahkan menurut Miroso, Klenteng Pay Lien San juga ialah lokasi permulaan pertemuan dirinya dengan sang istri.


“Sehingga kita berjodoh dan menikah, bahkan hingga anak aku telah sampaumur. Saya dan istri melakukan pekerjaan membantu kebersihan di sini (Klenteng),” ujarnya.


Tidak cuma bertanggung jawab soal kebersihan, katanya, untuk keselamatan tempat ibadah bagi kaum Tionghoa itu. Juga dipercayakan kepadanya.


“Karena kuncinya pun juga saya pegang. Klenteng ini buka dari pukul 5 pagi sampai jam 8 malam. Ya aku bekerja di sini dan bertanggung jawab untuk kebersihan dan keamanannya,” ucap laki-laki yang juga erat dipanggil Sugik ini. Karena tradisi warga setempat, anak pertama menjadi panggilan erat dirinya.


Setiap harinya, Miroso pun senantiasa membersihkan bubuk yang menempel di sudut-sudut Klenteng. Bahkan juga bekas hio atau lilin yang telah dibakar.


Namun demikian, juga diakuinya, para umat Tionghoa yang ada di sekeliling Klenteng tidak mempermasalahkan pekerjaan yang dilakoni Miroso dan istrinya. Karena dirinya pun juga memiliki pekerjaan lain selaku seorang petani bersama istri.


“Selama aku bekerja di Klenteng, tidak pernah ada dilema. Bahkan semua jemaah yang hadir untuk sembahyang menghargai aku. Meski mereka tahu saya seorang muslim,” ucapnya.


Bahkan selain upah yang diterima dari melakukan pekerjaan , katanya, juga kadang kala ada tip perhiasan dari yang beribadah di klenteng. “Saya warga sini, semenjak saya kecil tinggal di sini (dekat Klenteng) Alhamdulillah tidak ada masalah atau goresan apapun,”katanya.


Karena menurutnya, warga menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. Kemudian saling toleransi antar umat beragama, apalagi kaitannya ibadah.  Ditambahkan, prinsip saling menghargai tak hanya ditunjukan oleh pengunjung klenteng. Warga sekitar pun yang mayoritas muslim juga menjunjung toleransi umat beragama.


Sugik, warga lokal mengaku sejak kecil dan besar di Glagahwero, tidak pernah ada gesekan antar umat beragama disana. Bahkan tepat di seberang TTID Pay Lien San bangun Masjid Al-Baroqah. “Makara meskipun ada peringatan di Klenteng , hadirin TTID Pay Lien San tetap menghargai bunyi azan yang berkumandang dari masjid Al-Baroqah, ataupun sebaliknya,” ucapnya.


“Suara doa umat di Klenteng juga tidak keras. Bahkan membisu sejenak. Saat salat pun, juga menghargai. Jika Salat final, jikalau bertepatan ada kegiatan di Klenteng, yang muslim mempersilakan dan saling menghargai,” imbuhnya.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel