-->

Kronologi Kasus Stella Model Dokter Keayuan L’Viors Di Surabaya

SURABAYA, -Dua dokter kecantikan yang bertugas di Klinik Kecantikan L’Viors, dr Irene Christilia Lee dan dr Maria Shintya Dewi, mengungkapkan kronologi terjadinya masalah yang menjerat Stella Monica di hadapan awak media.


Stella sendiri merupakan terdakwa yang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya lantaran disangka melakukan tindak kriminal pencemaran nama baik lewat media sosial ihwal layanan klinik keayuan L’Viors.


dr Irene Christilia Lee menceritakan, kasus ini bermula pada Februari 2019 lalu.


“Stella Monica menjalani perawatan parasnya di Klinik Kecantikan L’Viors sejak Februari 2019. Pertama kali datang, tampang Stella Monica dalam kondisi sarat nanah,” ungkap Irene, didampingi penasihat hukumnya H.K Kosasih di Surabaya, Sabtu (24/4/2021).


Dengan keadaan paras yang sarat abses itu, lanjut Irene, Stella Monica lalu melaksanakan konsultasi terlebih dulu ihwal kondisi parasnya itu.


“Wajah Stella banyak nanah yang merah-merah. Setelah itu dokter di L’Viors memberikan solusi dan solusinya yakni dengan menunjukkan terapi muka secara terencana dan harus intens,” kata Irene.


Wajah Stella pun mulai di treatment, sambung Stella, dengan menggunakan obat-obatan yang telah teruji secara klinis dan memenuhi standart kesehatan.


“Begitu juga dengan tenaga medis yang merawat Stella dan terapi yang dilakukan kepada Stella, semuanya sudah sesuai SOP. Begitu juga dengan obat-obat yang diberikan untuk mengobati wajah Stella,”papar Irene.


Sementara itu, dr Maria Shintya Dewi menambahkan, sejak melaksanakan perawatan di Klinik Kecantikan L’Viors mulai Februari 2019, hingga September 2019, Stella Monica gres lima kali menjalani pengobatan.


Stella datang untuk kelima kalinya September 2019. Sejak itu, Stella Monica tidak pernah lagi melaksanakan perawatan paras di Klinik L’Viors.


“Stella tidak lagi datang ke klinik untuk melanjutkan perawatan parasnya, bahkan tidak pernah kendali ke kita,” kata Maria.


Hingga kemudian, lanjut Maria, dimengerti Stella mengunggah keluhan atas perawatan wajahnya di instagram pada Desember 2019,” kata Maria.


Klinik L’VIORS pasti terkejut melihat unggahan Stella Monica itu sebab tidak cocok dengan fakta. Meski gres lima kali menjalani perawatan di Klinik L’Viors, keadaan bisul di paras Stella mulai membaik. Kondisi ini tampakdikegiatan perawatan terakhir, sekitar September 2019.


“Sejak tidak lagi tiba ke Klinik L’VIORS untuk melanjutkan perawatan parasnya, Stella ternyata telah tiba dan menjalani perawatan paras di klinik keelokan lain di Surabaya,” ujar Maria.


Masih menurut Maria, saat Stella tidak pernah tiba untuk menjalani perawatan di Klinik L’Viors tanpa ada keteranganapa-apa, padahal Stella tahu bahwa ketika itu ia masih dalam program perawatan terjadwal dan belum akhir 100 persen, maka Stella bukan lagi sebagai pasien Klinik L’Viors. Apalagi, pihak Klinik Kecantikan L’Viors mengenali bahwa Stella malah melaksanakan perawatan tampang di klinik keayuan lain di Surabaya.


Kuasa Hukum L’Viors Sebut Curhatan Terdakwa Adalah Pencemaran Nama Baik


Terkait unggahan Stella dimedia sosial Instagram yang dinyatakan Stella sebagai curhat, H.K Kosasih, kuasa aturan Klinik L’Viors menyatakan bahwa itu bukanlah curhat, namun telah masuk dalam bagian pencemaran nama baik.


Lebih lanjut Kosasih menjelaskan, unggahan yang dikerjakan Stella dikerjakan secara sadar dan sengaja di Instagram, yang berisi cuilan-potongan percakapan antara Stella Monica dengan temannya yang pada intinya seolah-olah Stella Monica telah menerima pelayanan buruk di Klinik L’VIORS.


“Menurut kami, dikala Stella Monica tidak puas dengan pelayanan diKlinik L’VIORS, ia seharusnya tiba dan memberikan keluhannya kepada pihak-pihak yang berkompeten di klinik, seperti dokter yang melakukan perawatan wajahnya, bukan menuduh di media sosial seperti Instagram yang mampu dikomentari siapa pun. Orang-orang yang berkomentar tersebut tidak mengetahui apa masalah yang bahwasanya”ujar Kosasih.


Dengan mengunggah tuduhan yang belum niscaya kebenarannya untuk disebarluaskan, lanjut Kosasih, diikuti foto-foto yang berisikan percakapan dengan sobat-temannya di media sosial instagram, maka sebenarnya Stella Monica telah melaksanakan framing terhadap Klinik L’Viors.


“Framing yang dibangun Stella Monica ialah bahwa Klinik L’Viors dalam melakukan perawatan parasnya, menggunakan obat-obatan yang justru memperparah keadaan infeksi di parasnya. Framing yang dibuat Stella Monica sangat merugikan nama dan reputasi Klinik L’Viors,” tegas Kosasih.


Pelaporan yang dilakukan Klinik L’Viors kepada Stella Monica menurut Kosasih bukanlah selaku bentuk kriminalisasi. Itu merupakan konsekuensi hukum yang mesti diterima Stella dikarenakan telah merugikan Klinik Kecantikan L’Viors.


“Tidak ada kriminalisasi. Laporan yang dibentuk Klinik L’Viors ke polisi, bukan pula selaku upaya balas dendam untuk mempidanakan Stella Monica. Apa yang Stella kerjakan di instagram apalagi dijalankan dengan cara framing, memiliki konsekuensi hukum, bukan hanya bagi Stella tetapi siapa pun yang telah melaksanakan pencemaran nama baik didunia maya dan itu sudah diatur dalam undang-undang,” tegas Kosasih.


Oleh alasannya itu, dalam tanggapannya, Kosasih meminta kepada semua pihak, baik yang terlibat secara eksklusif maupun tidak langdung, tergolong kepada penduduk semoga bisa menyikapi urusan ini dengan bijak.


“Perkara Stella Monica, saat ini telah berproses di PN Surabaya. Kami selaku kuasa aturan dari Klinik L’VIORS menghimbau kepada semua pihak yang aktif terlibat melaksanakan pembelaan kepada Stella, di dalam dan di luar pengadilan, supaya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” tandasnya.


Silahkan melaksanakan pembelaan kepada Stella, lanjut Kosasih, namun sesuai ketentuan hukum acara, disertai pembuktian dalam persidangan.


Untuk diketahui, Stella Monica dilaporkan ke polisi dan hasilnya menjadi tersangka atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial.


Atas tindakannya itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Stella Monica melanggar pasal 27 Ayat 3 Jo pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 wacana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).


Dalam surat dakwaan JPU disebutkan, terdakwa telah mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diakses dokumen elektro, dengan cara mengunggah screenshot percakapan direct message dengan saksi T, M, dan A yang mengarah kepada kegagalan Klinik L’Viors dalam mengatasi pasiennya.


Dua dokter kecantikan yang bertugas di Klinik Kecantikan L’Viors, dr Irene Christilia Lee dan dr Maria Shintya Dewi didampingi penasihat hukumnya H.K Kosasih di Surabaya, Sabtu (24/4/2021).


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel