Mengenal Singa Barbary Yang Sudah Punah Di Alam Liar
Singa Barbary (Panthera leo leo), juga diketahui sebagai singa Atlas atau singa berber, adalah subspesies singa Afrika, dulunya asli Afrika Utara, tergolong Pegunungan Atlas, yang sekarang dianggap punah di alam liar. Pease menyebut singa Barbary sebagai singa Afrika Utara dan mencatat bahwa populasinya telah berkurang sejak pertengahan abad ke-19 sesudah diperkenalkannya senjata api dan kado untuk menembak mereka. Penembakan terakhir singa Barbary liar yang tercatat terjadi di Maroko pada tahun 1942 di dekat Tizi n’Tichka. Kelompok kecil singa Barbary mungkin bertahan hidup di Aljazair hingga awal 1960-an dan di Maroko sampai pertengahan 1960-an.
Singa dari Konstantin, Aljazair, dianggap selaku spesimen tipe dari nama spesifik Felis leo yang dipakai oleh Linnaeus pada 1758. Singa Barbary pertama kali diterangkan oleh hebat zoologi Austria, Johann Nepomuk Meyer, di bawah trinomen Felis leo barbaricus berdasarkan spesimen tipe dari Barbary.
Daftar Isi :
Karakteristik
Singa Barbary sudah lama dianggap sebagai salah satu subspesies singa paling besar atau bahkan singa paling besar dan felidae Afrika. Spesimen museum singa Barbary jantan digambarkan memiliki surai sangat gelap dan berambut panjang yang menjulur ke atas bahu dan ke perut.
Panjang pejantan dari kepala ke ekor beragam dari 2,35 sampai 2,8 meter dan betina berukuran sekitar 2,5 meter. Seorang pemburu abad ke-19 menggambarkan laporan besar bahwa berat pejantan liar diindikasikan sangat berat dan meraih 270 sampai 300 kilogram. Tetapi keakuratan pengukurannya mungkin dipertanyakan dan ukuran sampel singa Barbary yang ditangkap terlalu kecil untuk menyimpulkan bahwa mereka ialah subspesies singa paling besar.
Sebelum kita bisa mengusut keragaman genetik populasi singa, warna dan ukuran surai singa dianggap selaku karakteristik morfologi yang cukup berbeda untuk memberikan status subspesifik pada populasi. Hasil studi jangka panjang terhadap singa di Taman Nasional Serengeti memberikan bahwa banyak sekali aspek seperti suhu lingkungan, nutrisi, dan tingkat testosteron mensugesti warna dan ukuran surai singa.
Singa Sub-Sahara yang dipelihara di lingkungan sejuk di kebun binatang Eropa dan Amerika Utara biasanya menciptakan surai yang lebih besar dibandingkan dengan rekan mereka yang liar. Singa Barbary mungkin telah menyebarkan surai berambut panjang alasannya suhu di Pegunungan Atlas yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan di kawasan Afrika yang lain, khususnya di ekspresi dominan masbodoh. Oleh alasannya itu, ukuran surai tidak dianggap selaku bukti yang sempurna untuk mengidentifikasi leluhur singa Barbary.
Hasil observasi DNA mitokondria yang diterbitkan pada tahun 2006 mendukung perbedaan genetik singa Barbary dalam haplotipe unik yang didapatkan di spesimen museum yang diyakini sebagai keturunan singa Barbary. Kehadiran haplotipe ini dianggap selaku penunjukmolekuler yang hebat untuk kenali singa Barbary yang bertahan hidup di penangkaran.
Ekologi dan perilaku
Pease mencatat pada tahun 1913 bahwa di kawasan di mana singa tidak terlampau banyak mereka lebih sering didapatkan berpasangan atau dalam keluarga yang terdiri atas singa jantan, singa betina, dan satu atau dua anak. Dia berulang kali mendapatkan dua singa tua dan seekor singa betina yang hidup dan berburu bersama.
Pengamatan singa Barbary liar yang dikerjakan antara tahun 1839 dan 1942 melibatkan hewan soliter, pasangan, dan unit keluarga. Analisis dari catatan sejarah ini menunjukkan bahwa singa Barbary tetap hidup dalam kawanan bahkan ketika di bawah penganiayaan yang meningkat selama beberapa dekade terakhir, khususnya di Maghreb timur. Besar kecilnya populasi singa Barbary kemungkinan besar seperti dengan hewan yang hidup di habitat sub-Sahara, sedangkan kepadatan populasi singa Barbary dinilai lebih rendah dibandingkan di habitat yang lebih lembab.
Ketika rusa dan gazelle Barbary menjadi langka di Pegunungan Atlas Singa Barbary memangsa kawanan ternak yang dirawat dengan hati-hati. Mereka juga memangsa babi hutan dan rusa merah.
Kepunahan di alam liar
Singa Barbary menghuni banyak sekali negara di Pegunungan Atlas tergolong Pantai Barbary. Jardine menyampaikan pada tahun 1834 bahwa pada saat itu singa mungkin sudah hilang dari garis pantai, menandai perbatasan dengan pemukiman manusia.
Di Aljazair, mereka tinggal di perbukitan dan pegunungan yang tertutup hutan antara Ouarsenis di barat, Pic de Taza di timur, dan dataran Sungai Chelif di utara. Ada juga banyak singa di antara hutan dan bukit berhutan di Provinsi Constantine ke arah timur ke Tunisia dan ke selatan ke Pegunungan Aurès. Pada pertengahan masa ke-19, jumlah mereka sudah sangat berkurang. Hutan cedar di Chelia dan pegunungan sekitarnya menjadi daerah tinggal singa hingga sekitar tahun 1884. Yang terakhir di Tunisia punah pada tahun 1890.
Pada 1970-an, singa Barbary diasumsikan sudah punah di alam liar pada awal kala ke-20. Tetapi tinjauan komprehensif atas catatan perburuan dan penampakan memberikan bahwa singa Barbary terakhir ditembak di bab Maroko dari Pegunungan Atlas pada tahun 1942. Singa Barbary tampakdi Maroko dan Aljazair sampai tahun 1950-an, dan populasi kecil yang tersisa mungkin bertahan sampai awal 1960-an di tempat terpencil.
Sejarah singa Barbary yang ditangkap
Bangsa Romawi memakai singa Barbary di Colosseum untuk bertandingdengan gladiator. Pada Abad Pertengahan, singa yang dipelihara di kebun binatang di Tower of London adalah singa Barbary, mirip yang ditunjukkan oleh pengujian DNA pada dua tengkorak yang terjaga baik yang digali di Tower pada tahun 1936-1937.
Tengkorak-tengkorak itu bertanggal radiokarbon pada 1280-1385 M dan 1420-1480 M. Pertumbuhan peradaban di sepanjang Sungai Nil dan Semenanjung Sinai pada awal milenium kedua SM menghentikan anutan genetik dengan mengisolasi populasi singa. Penggurunan juga mencegah singa Barbary bercampur dengan singa yang hidup lebih jauh di selatan di benua itu.
Secara historis, singa Barbary ditawarkan sebagai pengganti pajak dan sebagai kado untuk keluarga kerajaan Maroko dan Ethiopia. Penguasa Maroko mempertahankan ‘singa kerajaan’ ini melalui perang dan pemberontakan, membagi koleksi di antara kebun hewan saat keluarga kerajaan diasingkan sejenak. Setelah penyakit pernapasan nyaris memusnahkan singa kerajaan di simpulan 1960-an, penguasa saat ini mendirikan kandang di Temara akrab Rabat, Maroko, untuk memuat singa dan meningkatkan mutu hidup mereka. Saat ini ada sejumlah kecil ‘singa kerajaan’ yang mempunyai silsilah dan karakteristik fisik untuk dianggap selaku keturunan Barbary murni. Beberapa dikembalikan ke istana saat penguasa yang diasingkan kembali ke tahta.
Pada kala ke-19 dan permulaan kurun ke-20, singa Barbary sering dipelihara di hotel dan kebun binatang sirkus. Singa-singa di Menara London dipindahkan ke kondisi yang lebih manusiawi di Kebun Binatang London pada tahun 1835 atas perintah Duke of Wellington. Satu singa Barbary terkenal bernama “Sultan” dirawat di Kebun Binatang London pada tahun 1896. Kaisar Haile Selassie I dari Ethiopia memiliki koleksi singa Barbary yang dipelihara di Kebun Binatang Addis Ababa.
Konservasi di penangkaran
Lima sampel singa yang diuji dari koleksi terkenal Raja Maroko bukanlah singa Barbary secara maternal. Meskipun demikian, gen singa Barbary kemungkinan besar terdapat pada singa kebun binatang Eropa yang biasa, karena ini ialah salah satu subspesies yang paling kerap diperkenalkan. Oleh sebab itu, banyak singa di kebun hewan Eropa dan Amerika, yang diatur tanpa pembagian terstruktur mengenai subspesies, bergotong-royong sebagian ialah keturunan singa Barbary.
Pada tahun 2006, observasi mtDNA mengungkapkan bahwa spesimen singa yang dipelihara di Kebun Binatang Neuwied Jerman berasal dari koleksi Raja Maroko dan kemungkinan besar merupakan keturunan dari singa Barbary.
Dalam studi komprehensif ihwal evolusi singa, 357 sampel dari 11 populasi singa diperiksa. Hasil observasi memperlihatkan bahwa empat singa “Atlas” dari Maroko tidak memberikan karakteristik genetik yang unik. Kucing Maroko berbagi haplotipe mitokondria (H5 dan H6) dengan singa Afrika Tengah dan bantu-membantu dengan mereka ialah bagian dari pengelompokan mtDNA utama (garis keturunan III) yang juga tergolong sampel Asiatik.
Bisa dibilang skenario ini sejalan dengan teori mereka wacana evolusi singa. Mereka menyimpulkan bahwa garis keturunan III berkembang di Afrika timur dan lalu melaksanakan perjalanan ke utara dan barat dalam gelombang pertama perluasan singa keluar dari wilayah tersebut sekitar 118.000 tahun yang kemudian. Ini tampaknya pecah menjadi haplotipe H5 dan H6 di Afrika dan kemudian menjadi H7 dan H8 di Asia Barat.
Meskipun singa Barbary yang bersejarah secara morfologis berlawanan, keunikan genetiknya masih dipertanyakan, dan status taksonomi singa yang masih hidup yang sering dianggap selaku singa Barbary, tergolong yang berasal dari koleksi Raja Maroko, masih belum jelas. The Living Treasures Wild Animal Park di New Castle, Pennsylvania, mengklaim memelihara sepasang singa Barbary di koleksi taman tersebut. Zoo des Sables d’Olonne, Vendee, Prancis, juga mengklaim memiliki singa Atlas jantan dan betina.
Proyek Singa Barbary
Popularitas singa Barbary sebelumnya selaku binatang kebun hewan memberikan satu-satunya harapan untuk melihatnya lagi di alam liar di Afrika Utara. Banyak kebun hewan menawarkan acara kawin, yang hendak menolong mengembangkan populasi spesies.
Setelah beberapa tahun meneliti sains Singa Barbary dan kisah-dongeng pola yang masih hidup, WildLink International, bekerja sama dengan Universitas Oxford, meluncurkan Proyek Singa Barbar Internasional yang ambisius. Oxford memakai teknik DNA paling mutakhir untuk mengidentifikasi ‘sidik jari’ DNA subspesies singa Barbary. Peneliti mengambil sampel tulang dari sisa-sisa singa Barbary di museum di seluruh Eropa, seperti yang ada di Brussel, Paris, Turin, dan lainnya. Sampel ini dikembalikan ke Universitas Oxford, tempat tim sains mengekstraksi urutan DNA untuk mengidentifikasi Barbary sebagai subspesies terpisah.
Meskipun Barbary sudah punah, dan pasti punah di alam liar, WildLink International berupaya mengidentifikasi segelintir singa di penangkaran di seluruh dunia yang mungkin merupakan keturunan dari singa Barbary orisinil. Keturunan ini mesti diuji kepada sidik jari DNA, dan tingkat hibridisasi (dari perkawinan silang) kemudian dapat ditentukan. Kandidat terbaik lalu mengikuti acara pemuliaan pilih-pilih yang dijadwalkan untuk ‘membiakkan kembali’ singa Barbary. Fase terakhir dari proyek ini dimaksudkan untuk menyaksikan singa dilepaskan ke taman nasional di Pegunungan Atlas Maroko.
Pada Maret 2010, dua anak singa dipindahkan ke Kebun Binatang Texas di Victoria, Texas, di mana upaya dilaksanakan untuk melestarikan spesies di bawah program konservasi Internasional WildLink. Apakah anaknya merupakan keturunan singa Barbary atau bukan masih belum diputuskan. Pada tahun 2011, Taman Satwa Port Lympne di Kent mendapatkan singa Barbary betina selaku pasangan jantan penghuni.
Studbook Eropa untuk Singa Kerajaan Maroko
Baru-baru ini sejumlah peneliti dan kebun hewan mendukung pengembangan studbook wacana singa yang pribadi diturunkan dari koleksi Raja Maroko. Pekerjaan ini telah dikerjakan berdasarkan prinsip kehati-hatian bahwa subpopulasi binatang ini mungkin mempunyai gen singa Barbary yang unik serta memberikan morfologi singa Barbary leluhur.
Nah itulah ulasan kami mengenai singa Barbary. Semoga singa gagah ini mampu kembali ke alam liar ya!