Penggelapan Order Pakan Ternak, Sales Di Sidoarjo Dituntut 4,6 Tahun
SIDOARJO, – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sidoarjo menuntut hukuman 4 tahun 6 bulan penjara terhadap Muhammad Maulvi Haidar Banna alias Haidar, terdakwa perkara praduga penggelapan order pakan ternak.
JPU Kejari Sidoarjo Budhi Cahyono menyatakan terdakwa terbukti bersalah melaksanakan penggelapan duit order pakan ternak PT Sreeya Sewu Indonesia di Sidoarjo yang total kerugiannya mencapai Rp 2,3 miliar.
“Perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana dalam dakwaan kesatu, pasal 374 KUHP,” ucapnya ketika dikonfirmasi , Selasa (27/4/2021).
Meski demikian, tuntutan yang dijatuhkan tersebut cukup tinggi. Budhi mengaku bahwa tuntutan yang dijatuhkan sesuai pendapatdiantaranya terdakwa tidak mengakui, tidak merasa bersalah, tidak ada perdamaian dan kerugian jumlahnya besar.
“Itu diantaranya pertimbangan,” sebutnya yang menyatakan kalau penggelapan pakan ternak itu dikerjakan September hingga November 2020.
Sementara, Penasehat Hukum terdakwa Muhammad Maulvi Haidar Banna alias Haidar, Hadi Salim keberatan atas tuntutan yang dinilai terlalu tinggi itu.
“Karena permintaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo atas kliennya sudah diluar batas kewajaran,” jelasnya.
Hadi justru mempertanyakan atas tuntutan jaksa yang dinilai telah melakukan tuntutan diluar umumnya. “Ini perlu dipertanyakan. Ada apa dengan jaksa. Padahal, fakta hukum yang terungkap dipersidangan klien kami tidak pernah menikmati maupun menggelapkan uang itu,” jelasnya.
Terpenting, sambung beliau, kasus yang menimpa kliennya tersebut hanya sebatas perdata, bukan pidana sebab fakta hukum yang diulas tidak seluruhnya.
“Makara, jaksa seperti tidak menyaksikan perbuatannya (klien). Kenapa? Orang yang terang-terang korupsi saja hukumannya tidak sampai empat tahun enam bulan. Apalagi kasusnya Haidar ini murni perdata. Lantas apa yang hendak dibuktikan jaksa dengan tuntutan optimal itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, berdasarkan ia, Haidar dinilai melanggar persyaratan operasional perusahaan (SOP) atas jual beli yang dilaksanakan kliennya kepada konsumen sebab menggunakan akun milik orang lain yang jelas-terperinci tidak keberatan dan menyoal masalah ini.
Bukan cuma itu, kliennya berperan selaku sales di perusahaan tersebut justru meraih sasaran yang diputuskan, bahkan pembayaran selama ini juga tanpa gangguan. Hanya saja, pembayaran dari konsumen sedikit macet karena pandemi covid-19.
“Beberapa pakar hukum menyampaikan bahwa pelanggaran SOP itu tidak mampu dipidana. Pasal 374 yang di tujukan ke klien aku itu semestinya tidak terbukti. Nanti semua akan kami ulas dalam pembelaan,” pungkasnya.