Hasil Riset, Tingkat Pencairan Es Dunia Makin Mencemaskan
SURABAYA, – Sebuah observasi mendapatkan pencairan es di seluruh planet mengalami percepatan yang hebat, termasuk yang paling tinggi yakni pencairan es di di Greenland dan Antartika.
Dilansir The Guardian, tingkat kerugian kini sejalan dengan skenario terburuk dari Intergovernmental Panel on Climate Change, otoritas ternama dunia untuk iklim, menurut suatu makalah yang diterbitkan pada hari Senin (25/1/2021) di jurnal The Cryosphere.
Thomas Slater, penulis utama dan peneliti di sentra pengamatan kutub dan pemodelan di Universitas Leeds, memperingatkan bahwa konsekuensi dari fenomena itu akan dinikmati di seluruh dunia.
“Kenaikan permukaan bahari dalam skala ini akan mempunyai pengaruh sungguh serius pada masyarakat pesisir masa ini,” ungkapnya.
Sekitar 28 triliun ton es hilang antara tahun 1994 dan 2017. Menurut perkiraan penulis makalah itu, es dengan volume sebesar itu cukup untuk melapisi seluruh kawasan inggris dengan es setebal 100 meter.
Sekitar dua pertiga dari hilangnya es disebabkan oleh pemanasan atmosfer, dengan sekitar sepertiganya disebabkan oleh pemanasan bahari.
Selama masa yang dipelajari, tingkat kehilangan es dipercepat sampai 57%, makalah tersebut memperoleh, dari 0,8 triliun ton per tahun pada 1990-an menjadi 1,2 triliun ton per tahun pada 2017.
Sekitar setengah dari semua es yang hilang berasal dari darat, yang berkontribusi langsung kepada kenaikan permukaan bahari global.
Hilangnya es selama kala penelitian, dari 1994 hingga 2017, diperkirakan sudah menaikkan permukaan laut sampai 35 milimeter.
Jumlah es paling besar yang hilang dari es yang mengapung di daerah kutub, meningkatkan risiko mekanisme umpan balik yang diketahui selaku hilangnya albedo.
Es putih memantulkan radiasi matahari kembali ke luar angkasa – efek albedo – namun saat es maritim yang mengapung mencair, hal itu mengungkap air gelap yang menyerap lebih banyak panas, mempercepat pemanasan lebih lanjut dalam putaran umpan balik.
Gletser memperlihatkan kehilangan volume es paling besar berikutnya, dengan lebih dari 6 triliun ton hilang antara tahun 1994 dan 2017, sekitar seperempat dari kehilangan es global selama periode tersebut.
Menyusutnya gletser mengancam menimbulkan banjir dan kelemahan air di beberapa tempat, karena volume yang mencair mampu membanjiri tempat hilir, kemudian gletser yang berkurang menghasilkan lebih minim aliran air yang stabil yang diharapkan untuk pertanian.
Inès Otosaka, rekan penulis laporan dan peneliti PhD di pusat pengamatan dan pemodelan kutub Universitas Leeds, mengatakan:
“Selain berkontribusi pada rata-rata kenaikan permukaan maritim global, gletser gunung juga penting sebagai sumber air tawar bagi penduduk setempat. Oleh sebab itu, mundurnya gletser di seluruh dunia menjadi sangat penting, baik pada skala lokal maupun global. ”
Penelitian berjudul Earth’s Ice Imbalance, memakai pengamatan satelit selama abad 23 tahun untuk menilai es di seluruh dunia.
Studi sebelumnya telah memeriksa data komprehensif potongan dunia. Tim peneliti tergolong Universitas Edinburgh, Universitas College London dan Earthwave, didanai oleh Dewan Riset Lingkungan Alam Inggris.