Jeritan Hati Pengurus Warkop Di Surabaya Masa Ppkm Digelar
SURABAYA, – Puluhan meja bangku suatu warung kopi (Warkop) yang berada di Jalan Ir Soekarno (MERR) Gununganyar – Kota Surabaya tampak lengang. Hanya sebagian saja yang terisi, beberapa pasangan muda mudi.
Pemandangan ini tak mirip biasanya. Warkop Giras Revo 99 yang kerap dipadati pengunjung, mulai dari pelajar, mahasiswa sampai pekerja kantoran. Mereka lazimnya menghabiskan waktu untuk sekedar nongkrong, ngopi, main gim sambil mengerjakan peran. Namun hari ini berlainan, jumlah hadirin bisa dihitung dengan jari.
Pengelola Warkop Ega mengatakan, kawasan usahanya sepi sehabis ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Surabaya. Sejak digelarnya kebijakan itu, jumlah pengunjung turun drastis. Mengakibatkan omzet yang diterima juga mengalami penurunan hingga 50 persen dibanding sebelumnya.
“PPKM sungguh memiliki efek sekali, mulai dari omzet menurun terus acara dari rencana-planning juga tidak terorganisir. Pokoknya banyak (dampaknya), paling utama itu omzetnya (turun),” papar laki-laki berusia 24 tahun ini kepada media , Jumat (15/1/2021).
Dia menyebut, sebelum berlakunya PPKM di Kota Surabaya. Dalam sehari bisnisnya mampu meraup omzet sekitar Rp 3 juta, namun sehabis berlaku kebijakan yang dia sebut selaku PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ini, pemasukan diterima tak sampai menyentuh angka Rp 1,5 juta.
“Saat PSBB begini, (omzet) turunnya berbagai. Hampir 50 persen,” tandas dia.
Ega pun mengaku tidak ada lagi cara yang mampu dilaksanakan untuk menangkal menurunnya pemasukan, sedangkan ongkos operasional tetap. Ia dan beberapa rekannya hanya bisa pasrah menanggug keadaan ini. Pelayanan terbaik dan penerapan protokol kesehatan secara ketat mirip jaga jarak, keharusan memakai masker hingga menawarkan tempat cuci tangan bagi pengunjung juga dikatakannya tidak berguna, karena operasional warung dibatasi hingga pukul 20.00 WIB.
Bukan itu saja, para pelanggan disebutnya mengaku takut terjaring operasi protokol kesehatan jika ngopi ditempatnya, walaupun itu siang hari sekalipun.
“Percuma, pengunjung takut masuk warung. Apalagi jam-jam malam itu, habis Maghrib (telah sepi). Pelanggan takut kena razia,” ungkapnya.
Ega pun berharap, keadaan yang terjadi akhir-akhir ini segera berlalu. Kembali mirip sebelum terjadinya wabah Covid-19 hingga mengakibatkan pemerintah memberlakukan pembatasan-pembatasan. Ia ingin masyarakat leluasa menjalankan perjuangan untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari.
“Kasihan, para pedagang. Biasanya dapat segini, sekarang segini. Kasihan,” ucap Ega memungkasi.