Nestapa Kakek Moyo Tinggal Dalam Gubuk Terpencil Di Perbukitan, Air Minum Mengandalkan Hujan
SITUBONDO, – Bukit biasanyadikonotasikan selaku daerah yang indah, nyaman untuk menghirup udara segar. Orang sering menilai perbukitan menjadi kawasan favorit untuk melepas penat.
Tapi itu tidak bagi Moyo. Bukit yakni daerah dia berpenat-penat menahan lapar dan haus. Iya, kakek berusia 82 tahun itu telah beberapa tahun meninggali sebuah gubuk di perbukitan Dusun Air Mancur, Desa Juglangan, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo.
Tidak ada yang tahu, mengapa lansia asal Desa Perante, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo itu betah selama 7 tahun sendirian tanpa seorang pun sahabat.
Dengan segala keterbatasannya, selama 7 tahun itu ia bertahan dengan masakan seadanya. Sehari dua hari perut tak terisi masakan adalah kewajaran bagi beliau. Dan saat ada seseorang yang mampir memberi pertolongan, itu yakni kala di mana verbal dan lidahnya merasakan kemewahan .
Bahkan dikala tidak ada yang bisa untuk digunakan menjerang air, ia mesti mengandalkan hujan. Iya, ia menaruh wadah di luar lalu airnya disimpan untuk kebutuhan minumnya.
Gubuk usang berukuran 1,5 x 2 meter itu yang selama beberapa tahun melindungi beliau dari sengatan matahari dan dinginnya angin perbukitan. Belas kasihan warga dan pelintas jalanlah yang menjadi tempat bergantungnya nasib, sampai ia bertahan.
Berita menarik yang lain:
- • Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reot, Seorang Nenek di Blitar Tak Tersentuh Bantuan Pemerintah
- • Dua Nenek Sebatang Kara di Blitar Terima Bantuan Polisi
- • Derita Nenek Miskin Sumirah di Jember, Disabilitas Pembuat Sapu Lidi
“Sudah usang tinggal di gubuk ini. Terkadang minum air hujan bila tidak air. Sedangkan untuk untuk kebutuhan setiap hari, saya kadang-kadang masak sendiri dengan memakai tungku. Berasnya diberi oleh para dermawan,” tutur Mbah Moyo, dengan berbahasa madura, Kamis (18/3/2021).
Gandi, Kaur Kesra Desa Juglangan, mengatakan, pihaknya tidak tahu mengapa beberapa tahun kakek Moyo tinggal sendiri di gubuk tersebut.
“Kami juga tidak mengenali dengan pasti asal usul kakek Moyo,” ujar Gandi.
Namun, Gandi melanjutkan, Pemerintah Desa (Pemdes) Juglangan bersama Polsek Panji pernah mengantarkannya ke keluarganya sebagaimana akreditasi kakek Moyo. Sayangnya, itu gagal alasannya pihak yang diklaim sebagai keluarga oleh kakek Moyo enggan mendapatkannya.
“Pihak keluarga menolak untuk menerima kembali orang tuanya. Alasan tidak terperinci. Sehingga dengan penolakan tersebut kami tidak mampu berbuat banyak,” terperinci Gandi.
Sejauh ini pihak Pemdes Juglangan hanya menolong kakek Moyo secara informal. Bantuan dari pemerintah tidak mampu ditujukan kepadanya karena dia tak memiliki kartu tanda penduduk lokal.
“Kakek Motyo tidak punya KTP sehingga bantuan yang diterimakan kepadanya bersifat informal dan swadaya,” pungkasnya.