Pandangan Pakar Unej Soal Banjir Di Jember
JEMBER, – Pakar dari Universita Jember (Unej) Luh Putu Suciati menyebut tiga faktor penyebab banjir di tiga desa kawasan Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember.
Ketiganya adalah penggundulan hutan, tipologi daerah terdampak dan curah hujan yang tinggi.
Dosen Fakultas Pertanian Unej tersebut memerinci, tutupan lahan yang ada di Taman Nasional Meru Betiri saat ini berkurang alias terjadi banyak penggundulan hutan.
“Luas lahan kritisnya sekitar 2700 Ha dan yang sering terjadi yakni pembalakan liar oleh pihak-pihak luar. Sehingga itulah yang menjadikan terjadinya banjir,” kata Suciati kepda media, Minggu (7/1/2021).
Luh Putu Suciati menjelaskan, faktor kedua terkait dengan tipologi wilayah. Tipologi daerah terdampak banjir di Kecamatan Tempurejo yakni Desa Wonoasri, Desan Andongrejo dan Desa Curahnongko itu mirip mangkok.
Faktor ketiga, lanjut Luh Putu Suciati, yakni curah hujan yang tinggi dewasa ini. Dia menyebut bila curah hujan tinggi, maka akan menggenang di Wonoasri (dan dua desa yang lain di Kecamatan Tempurejo itu).
Yang mestinya dikerjakan, kata beliau, yaitu memperbaiki drainase, yakni drainase yang mengalir ke muara. Makara di Bandealit itu ialah hilirnya dan Wonoasri terletak dibagian tengah,” jelasnya.
“Hulunya ada di Gunung Meru sana. (Dengan kondisi) Gunung Meru sudah mulai botak, balasan banyak terjadi pembalakan liar. Namun memang masyarakat (menggantinya upaya reboisasi) dengan mereka banyak menanam flora pangan seperti padi dan jagung, namun itukan kurang besar lengan berkuasa akarnya,” sambungnya.
Dampak berikutnya ialah anutan banjir menjinjing banyak material lumpur, batang, dan ranting-ranting pohon. “DAS juga meluap dan debit air bertambah,” imbuh dia.
Menurutnya, upaya menahan debit air tinggi agat tidak terjadi luapan pada daerah ajaran sungai bergotong-royong sudah dibuatkan tanggul penahan. Namun sebab tidak mampu menahan arus, tanggul itu tidak berpengaruh dan jebol.
“Karena curah hujan yang tinggi, menjadikan tutupan lahan di atas tidak bisa mengimbangi curah hujan yang cukup tinggi, jadi memang Wonoasri tiap tahun senantiasa banjir,” ungkap tenaga hebat yang ditunjuk UNEJ untuk memeriksa penyebab banjir itu.
Terkait dengan persepsi Luh Putu Suciati tersebut, Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri Maman Surahman menyampaikan, bahwa hutan sebagai penyangga atau penahan air saat isu terkini hujan sekarang tidak terjadi run off untuk menekan banjir.
“Di beberapa daerah terutama di tiga desa yaitu Wonoasri, Curah Nongko, dan Andongrejo ini ialah daerah yang penutupan lahannya mulai menyusut sehingga kami berusaha memulihkan ekosistem,” ujar Maman.
Maman menyampaikan, upaya untuk pemulihan ekosistem itu pun bergotong-royong sudah dijalankan sejak tahun 2017 lalu.
“Telah diupayakan bagaimana hutan tetap selaku penyangga penahan air dan hal itu telah dimulai sejak lama. Sehingga upaya reboisasi ini dengan tujuan keseimbangan ekologi dan ekonomi. Di segi lain tujuan akhirnya juga untuk melestarikan hutan sebagai penyangga ekosistem,” katanya.