-->

Rakyat Tionghoa Turut Berjuang Di Surabaya Untuk Indonesia Merdeka

SURABAYA, – ‘Rakjat Tionghoa poen insjaf akan hal ini. Dengan bekerdja bareng , bahoe membahoe dengan bangsa Indonesia. Rakjat Tionghoa toeroet berjoeang di Soerabaja oentoek Indonesia merdeka’


Majalah Merdeka secara khusus mengulas wacana peperangan 10 November 1945, dengan judul ‘Rakjat Tionghoa Toeroet Membantoe kita’. Tulisan itu dipersembahkan untuk memperingati enam bulan kemerdekaan Republik Indonesia,17 Agustus 1946.


Ketika Kota Surabaya dibombardir serdadu sekutu. Etnis Tionghoa di kota pahlawan membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Chungking. Turut bersama arek-arek Suroboyo menyerbu ke gelanggang peperangan.


TKR Chungking dibentuk berkat imbauan pemimpin-pemimpin pemberontak rakyat yang menyerukan etnis Tionghoa di seluruh Pulau Jawa merapatkan barisan membentuk satuan tempur melawan serangan prajurit Inggris.


“Pemboman yang membabi buta itu meminta amat banyak korban dari kalangan penduduk terutama masyarakatTionghoa, yang tinggal di Kramat Gantung. Oleh alasannya adalah itu pemimpin-pemimpin tentara pemberontak rakyat menyeru kepada masyarakatTionghoa seluruh Jawa untuk menyusun suatu Tentara Keamanan Penduduk Tionghoa. Dan mengibarkan bendera Tiongkok selaku panji-panji perang,” demikian siaran radio pemberontak rakyat, 13 November 1945.


Radio pemberontak juga memastikan adanya perbedaan sikap antara pemerintahan Inggris dengan pemerintahan Tiongkok soal suasana di Indonesia. Wilayah selatan Indo China dan Indonesia yang diurus Inggris berantakan balau karena sepak terjang Inggris sehingga mendesak perlunya dibuat TKR Tionghoa atas santunan pemerintahan Chungking.


Bermodal senapan Karaben 98 K dan helm baja-Fritz Helmet-peninggalan Nazi Jerman, para pemuda tionghoa terlibat pertempuran sengit. Mati-matian menjaga Kota Surabaya dari serangan musuh. Entah bagaimana ceritanya, senjata dan perlengkapan serdadu milik Nazi Jerman itu mampu dipakai TKR Chungking di Surabaya.


Berdasar catatan pada tahun 1930, Nazi Jerman memang beberapa kali dikenali memasok senjata dan peralatan tempur bagi pemerintahan Chungking di Cina daratan untuk membantu mewujudkan industrialisasi dan menimbun banyak senjata. Namun Jerman alhasil bersekutu dengan rival Cina, ialah Jepang. Kemungkinan senjata inilah yang kemudian dipasok untuk perjaka Tionghoa di Jawa.


Keterlibatan etnis Tionghoa kala peperangan 10 November di Surabaya bukan hanya berperan sebagai tentara perang. Kelengkapan TKR Chungking seperti palang merah juga tampak serta memberi pemberian kepada semua korban perang, termasuk kepada korban prajurit bumiputra.


Satuan medis Palang Biru, sayap Angkatan Muda Tionghoa (AMT) bentukan Siauw Giok Tjhan dan Siauw Giok Bie dari Kota Malang. Juga diberangkatkan ke utara, ikut andil dalam aksi kemanusiaan memberi bantuan korban pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.


Operasi yang dilaksanakan Palang Biru AMT tercatat sampai ke daerah Jembatan Merah Surabaya. Mereka juga mensuplai ransum bagi para serdadu tempur.


Diluar TKR Chungking, para perjaka Tionghoa juga sebagian bergabung bareng Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) pimpinan Bung Tomo. Seperti Giam Hian Tjong dan Auwyang Tjoe Tek, mahir amunisi dan peledak asal Tiongkok. Serta The Djoe Eng, atlit sepak bola dari Lasykar Merah. Lalu dari Minahasa, kesatuan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) beranggota secara umum dikuasai etnis Tionghoa pun menggabungkan diri.


Agresi sekutu di Surabaya menyebabkan banyak korban jatuh dari kalangan masyarakatTionghoa, diperkirakan meraih 1.000 orang dari etnis ini tewas. Kemudian 5.000 lainnya luka-luka. Belum lagi korban dari golongan pejuang bumiputra.


Pertempuran rampung di Gunungsari Surabaya, dengan korban total sebanyak 20.000 orang. Dan korban di pihak sekutu mencapai 1.500 orang. Pertempuran Surabaya yaitu pertempuran terakhir yang dihadapi militer Inggris semasa Perang Dunia II. Inggris kehilangan dua jenderal dalam peperangan ini, yaitu Brigadir General Aubertin Walther Sothern (AWS) Mallaby dan Brigadir General Robert Guy Loder Symonds yang kini dimakamkam di Jakarta.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel