Budidaya Burung: Bunyi Tengah Tetapkan Grup Band Image Perkutut
Tingkat kesusitan tertinggi dalam apresisasi seni bunyi burung perkutut berada pada apresiasi bunyi tengah. Ironisnya , ikon perkutut , justru diputuskan oleh bunyi tengahnya. Atau keteknya.
Mengutip metode penjurian yang dikeluarkan oleh Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3I) , dibilang bunyi tengah perkutut bermutu mesti mempunyai tiga kriteria. Yakni , bertekanan , lengkap dan jelas.
Lebih jlimet lagi , bunyi tengah atau ketek perkutut , mesti berisikan dua silap atau dua suku kata. Yaitu , ke dan tek. Hingga , jikalau bunyi itu dirangkai akan terbentuk dua rangkaian bunyi ke-tek.
Pakem atau standardisasi bunyi ketek ini , telah diakui secara turun temurun , dari periode kejayaan raja-raja di Pulau Jawa sampai periode dioda. Yang bergeser , cuma mutu ketek perkutut , menyusul kejayaan metode ternak atau budidaya perkutut unggulan.”Dari dahulu , pakem bunyi ketek ya ke dan tek. Tidak lebih tidak kurang ,” ungkap Saiful , juri perkutut standar nasional asal Kediri.
Namun praktik di lapangan , bunyi tengah burung perkutut , bisa dibagi lagi menjadi delapan pola dasar. Yaitu , cowong (dua ketukan). telon (tiga ketukan) , engkel atau genep (empat ketekuan) , karotengah atau satu setengah (lima ketukan) , dobel (enam ketukan) , debel plus (tujuh ketukan) dan tripel (delapan ketukan).
Yang dimaksud ketukan dalam konteks ini yakni hitungan dalam keseluruhan bunyi. Dari bunyi angkatan , ketek , dan bunyi ujung atau tengkung. Bukan cuma dijumlah bunyi tengahnya.
Dengan contoh ini , maka pola dasar perkutut bersuara cowong (dua ketukan) , yakni perkutut yang cuma berbunyi hur … kung. Atau , klaa … kung. Atau juga waeee … kung. Atau perkutut yang tak mempunyai bunyi tengah. Cowong bermakna kosong.
Makna perkutut bersuara talon , yakni perkutut yang cuma bisa bersuara tiga ketukan. Yakni , satu ketukan angkatan , satu ketukan bunyi tengah dan satu ketukan bunyi ujung. Perkutut ini , dinamakan juga perkutut mbojai (penipu) , sebab mempunyai ketek yang tidak lengkap. Contohnya , hur… ke… kung , atau klaaa…ke…kung , atau juga waai… ke…. Kung.
Pola bunyi dasar perkutut ketiga yakni engkel atau genep. Lebel ini diberikan pada perkutut yang bersuara lengkap , empat ketukan. Satu ketukan angkatan , dua ketukan bunyi tengah dan satu ketukan bunyi ujung. Contohnya , hur…ke…tek…kung , atau klaa…ke…tek…kung , atau juga waiii…ke…tek…kung.
Keempat yakni pola dasar bunyi perkutut karo tengah atau satu setengah. Yaitu , bunyi perkutut yang berisikan lima ketukan. Satu ketukan bunyi angkatan , tiga ketukan bunyi tengah , dan satu ketukan bunyi ujung.
Suara perkutut ini dinamakan satu setengah sebab cuma bisa mengeluarkan bunyi satu (1) ketek dan setengah ketek (ke). Contohnya , hurr … ketek..ke… kung , klaaa…ketek..ke… kung , atau juga waiii…ke..tek..ke..kung.
Sekarang , bagaimana rangkaian bunyi bunyi perkutut dobel dan dobel plus? Penggila perkutut , sekarang menyebabkan bunyi perkutut dobel atau dobel plus jadi ikon. Bahkan , dosis harga burung klangenan itu pun diputuskan oleh pola dasar dua bunyi ini. Padahal , tidak seluruhnya perkutut yang bersuara dobel bisa dianggap berkualitas. Pun tidak semua perkutut bersuara dobel plus , bisa dijual mahal. Lalu bunya ketek dobel dan dobel plus yang bagaimana yang masuk dalam standardisasi mutu lomba? Bersambung.andi casiyem sudin.