Budidaya Burung: Kupas Tuntas Soal Perkutut (1)
Orang boleh bilang , penghobi berat burung perkutut yakni pemimpi. Utopis dan kurang kerjaan. Tapi fakta mengatakan , dari sekian banyak dunia hobis , utamanya satwa dan fauna , perkutut menduduki ranking teratas penyelamat investasi bisnis di sektor “klangenan”.
Sebut misalnya , peternak perkutut papan atas Indonesia , seumpama WAT (Watma Subandi , Tasikmalaya , Jabar) , Terminal Perkutut (Bambang Atmaja – A Hong , Surabaya) , Kopa (A Lung-Surabaya) dan Palem (Abay-Tasik Malaya) , serta AMIR (H Andi , Kediri). Mereka ialah figur miliader dengan kepemilikan pabrik atau kerja keras yang sudah menggurita.
Bambang Atmaja , yakni sosok ekportir kayu , A Lung , pemilik pabrik kabel dan konveksi mutu ekspor bermerek KOPA , dan H Andi , ialah pebisnis armada berat skala nasional. Selain melirik bisnis perkutut , H Andi juga pemilik peternakan Kuda balap di perbatasan Kediri-Madiun , dengan omset ribuan ekor kuda.
Belasan tahun sudah mereka masuk ke bisnis perkutut , dan selama itu pula mereka tetap bertahan. Padahal , modal yang dipertaruhkan tak cuma bernilai ratusan juta , namun bisa tembus miliaran rupiah. Pertanyaannya , mereka betah bergelut di dunia perkutut , cuma alasannya karena seneng dan hobi? Its imposible!
Ingin bukti? Apa yang dilaksanakan Abay , Tasik Malaya , dalam booming konkurs atau kontes perkutut tahun ini. Peternak legendaris bermerek Palm (di dunia perkutut disebut dengan gelang atau ring yang dipasang di kaki burung) itu , rela merogoh kocek sampai setengah miliar , cuma untuk berburu bahan indukan jantan jawara benama Aljazair milik Bambang Atmaja (Terminal Perkutut-TP).
Padahal di tangan TP , burung bergelang MLT generasi trah murni Bangkok Selatan itu , sudah dikembangkan dan beranak pinak. Di sangkar Palm , anakan atau piyikan Aljazair , dibandrol sebesar Rp 50 juta - Rp75 juta dengan tata cara booking. Masgulnya , dalam empat bulan terakhir ini , peminat piyikan dari trah Aljazair , sudah menyanggupi buku catatan pemesan.”Hampir semua temen yang main ke sini , booking anak sangkar Aljazair ,” ujar Watma , ketika dihubungi lewat telpon , Rabu (18/11).
Booking ialah perumpamaan pesanan anak atau piyik perkutut yang dilaksanakan pelanggan ke peternak. Jangan salah tafsir , tata cara booking ini yang dihargai bukan telur perkutut. Tapi piyik perkutut. Atau lebih dipahami selaku bakalan. Maknanya , pembayaran dilaksanakan setelah telor menetas jadi piyik dan bisa makan sendiri (bakalan terbang).
Dalam olah hitung breeding perkutut , Watma bisa mengembalikan modal dalam tenggat waktu tenggang 6 bulan. Pola yang dipraktekkan yakni breeding dengan rancangan inang , atau baby sister. Takaran wajar , booming panen ternak perkutut terstruktur empat lima hari sekali. Dupa pekan waktu telur dan pengeraman. Empat pekan pembesaran anak. Tapi dengan referensi inang , booming panen bisa dipercepat dalam tenggat waktu tenggang cuma empat pekan. (Sistem breeding perkutut akan kami kupas dalam goresan pena berikutnya)
Fakta dalam kecil-kecilan , apa yang dialami Handoko alias Ting Han , penghobi berat asal Kota Madiun. Pemilik toko konveksi Istana Ibu , tiga pekan kemudian gres saja melego perkutut indukan seharga Rp 75 juta berikut seekor piyik perkutut usia 3 bulan yang dihargai Rp 30 juta. Padahal Ting Han mengaku , indukan burung itu dulunya cuma dibeli senilai Rp 7 , 5 juta.
Peminatnya A Lung , peternak berlebel Kopa asal Surabaya.Hebatnya , ternyata di tangan A Lung , piyikan yang ditranfers dari Ting Han itu dapat berkoar di lapangan dan terbabtis jadi Juara I kelas piyikan. “Burung itu kini dibandrol Rp 125 juta ,” ujar Lamidi , pakar perkutut asal Surabaya.
Dus , cuma dalam tempo sekitar tiga pekan , A Lung bisa memformat modal permulaan senilai Rp 30 juta , jadi Rp 125 juta. Alias , naik sekitar Rp 85 juta.
Pertanyaannya , bagaimana mereka bisa menikmati segi elok dalam buka usaha perkutut , dan persyaratan apa yang musti dimiliki perkutut bernilai unggul yang disebut-sebut selaku perkutut kampiun atau jawara? Bersambung (andi casiyem sudin)
Sebut misalnya , peternak perkutut papan atas Indonesia , seumpama WAT (Watma Subandi , Tasikmalaya , Jabar) , Terminal Perkutut (Bambang Atmaja – A Hong , Surabaya) , Kopa (A Lung-Surabaya) dan Palem (Abay-Tasik Malaya) , serta AMIR (H Andi , Kediri). Mereka ialah figur miliader dengan kepemilikan pabrik atau kerja keras yang sudah menggurita.
Bambang Atmaja , yakni sosok ekportir kayu , A Lung , pemilik pabrik kabel dan konveksi mutu ekspor bermerek KOPA , dan H Andi , ialah pebisnis armada berat skala nasional. Selain melirik bisnis perkutut , H Andi juga pemilik peternakan Kuda balap di perbatasan Kediri-Madiun , dengan omset ribuan ekor kuda.
Belasan tahun sudah mereka masuk ke bisnis perkutut , dan selama itu pula mereka tetap bertahan. Padahal , modal yang dipertaruhkan tak cuma bernilai ratusan juta , namun bisa tembus miliaran rupiah. Pertanyaannya , mereka betah bergelut di dunia perkutut , cuma alasannya karena seneng dan hobi? Its imposible!
Ingin bukti? Apa yang dilaksanakan Abay , Tasik Malaya , dalam booming konkurs atau kontes perkutut tahun ini. Peternak legendaris bermerek Palm (di dunia perkutut disebut dengan gelang atau ring yang dipasang di kaki burung) itu , rela merogoh kocek sampai setengah miliar , cuma untuk berburu bahan indukan jantan jawara benama Aljazair milik Bambang Atmaja (Terminal Perkutut-TP).
Padahal di tangan TP , burung bergelang MLT generasi trah murni Bangkok Selatan itu , sudah dikembangkan dan beranak pinak. Di sangkar Palm , anakan atau piyikan Aljazair , dibandrol sebesar Rp 50 juta - Rp75 juta dengan tata cara booking. Masgulnya , dalam empat bulan terakhir ini , peminat piyikan dari trah Aljazair , sudah menyanggupi buku catatan pemesan.”Hampir semua temen yang main ke sini , booking anak sangkar Aljazair ,” ujar Watma , ketika dihubungi lewat telpon , Rabu (18/11).
Booking ialah perumpamaan pesanan anak atau piyik perkutut yang dilaksanakan pelanggan ke peternak. Jangan salah tafsir , tata cara booking ini yang dihargai bukan telur perkutut. Tapi piyik perkutut. Atau lebih dipahami selaku bakalan. Maknanya , pembayaran dilaksanakan setelah telor menetas jadi piyik dan bisa makan sendiri (bakalan terbang).
Dalam olah hitung breeding perkutut , Watma bisa mengembalikan modal dalam tenggat waktu tenggang 6 bulan. Pola yang dipraktekkan yakni breeding dengan rancangan inang , atau baby sister. Takaran wajar , booming panen ternak perkutut terstruktur empat lima hari sekali. Dupa pekan waktu telur dan pengeraman. Empat pekan pembesaran anak. Tapi dengan referensi inang , booming panen bisa dipercepat dalam tenggat waktu tenggang cuma empat pekan. (Sistem breeding perkutut akan kami kupas dalam goresan pena berikutnya)
Fakta dalam kecil-kecilan , apa yang dialami Handoko alias Ting Han , penghobi berat asal Kota Madiun. Pemilik toko konveksi Istana Ibu , tiga pekan kemudian gres saja melego perkutut indukan seharga Rp 75 juta berikut seekor piyik perkutut usia 3 bulan yang dihargai Rp 30 juta. Padahal Ting Han mengaku , indukan burung itu dulunya cuma dibeli senilai Rp 7 , 5 juta.
Peminatnya A Lung , peternak berlebel Kopa asal Surabaya.Hebatnya , ternyata di tangan A Lung , piyikan yang ditranfers dari Ting Han itu dapat berkoar di lapangan dan terbabtis jadi Juara I kelas piyikan. “Burung itu kini dibandrol Rp 125 juta ,” ujar Lamidi , pakar perkutut asal Surabaya.
Dus , cuma dalam tempo sekitar tiga pekan , A Lung bisa memformat modal permulaan senilai Rp 30 juta , jadi Rp 125 juta. Alias , naik sekitar Rp 85 juta.
Pertanyaannya , bagaimana mereka bisa menikmati segi elok dalam buka usaha perkutut , dan persyaratan apa yang musti dimiliki perkutut bernilai unggul yang disebut-sebut selaku perkutut kampiun atau jawara? Bersambung (andi casiyem sudin)