Hobi Nyeleneh Mbah Gaten, Mengudap Biji Tanah
MOJOKERTO, – Seorang nenek bernama Gaten mempunyai hobi yang tak banyak dilaksanakan orang. Nyeleneh. Dia suka mengudap biji tanah.
Tapi bukan sembarang tanah ya, tanah yang menjadi camilan nenek bugar itu yaitu tanah khusus yang beliau mampu dari perkebunan jati atau tanah tertentu di persawahan tak jauh dari rumahnya. Tanah itu olehnya disebut dengan tanah ampo.
Sebelum mengudapnya, dia selalu menyangrainya dahulu dengan wajan tembikar layaknya mengolah makanan ringan goreng.
Ditemui di rumahnya Mbah Gaten tampaksangat menikmati camilan ampo yang diwadai baskom plastik. Dia menjumputi biji-biji tanah sambil bercerita panjang lebar tentang nestapa hidupnya.
“Ngeten niki lemah ampo, sampun lembut. Nek wayah ketiga nggeh wungkul (begini ini lemah ampo, telah lembut. Kalau trend kemarau ya keras),” katanya saat berbincang dengan di kediamannya, Sabtu (20/03/2021).
Mbah Gaten mengaku telah semenjak 20 tahun lalu suka mencamil tanah ampo. Menurutnya itu berawal dari coba-coba dikala berada dalam keadaan ekonomi yang sangat sulit, bahkan untuk disantap pun tak ada.
Berita menarik lainnya:
- • Nestapa Kakek Moyo Tinggal dalam Gubuk Terpencil di Perbukitan, Air Minum Mengandalkan Hujan
- • Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reot, Seorang Nenek di Blitar Tak Tersentuh Bantuan Pemerintah
“Watuk, pilek, lara madaran mboten tau, ngumbe pil nggeh mboten. Sehat-sehat kemawon (batuk, pilek, dan sakit perut tidak pernah, komsumsi obat pil juga tidak pernah, sehat-sehat saja),” ujarnya mbah Gaten, sambil mencamil.
Nenek Gaten tidak hidup sendirian di rumah reot berukuran 4 x 6 meter itu. Dia tinggal berdua denga suaminya, Kakek Siram (70).
Bersama suaminya, ia dikaruniai satu orang anak laki-laki yang ketika ini sudah menikah.
“Anak aku tinggal di rumahnya bersama istrinya, kadang ya kesini,” terang Siram berbahasa Jawa sambil bertelanjang dada sehingga nampak lipatan kerutan kulitnya yang menua.
Di usia yang tak lagi muda itu, Siram masih mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, meski serabutan.
Kadang-kadang ia diminta orang yang memiliki sawah untuk menguli siram flora atau mencangkul.
Artikel menawan lainnya:
- • Dua Nenek Sebatang Kara di Blitar Terima Bantuan Polisi
- • Derita Nenek Miskin Sumirah di Jember, Disabilitas Pembuat Sapu Lidi
“Kadang wonten tiang seng tangglet, dikengken garap sawah, kebun, kadang nggeh macul (acap kali ada orang yang mencari, disuruh menggarap sawah dan kebun, kadang juga ya mencangkul),” jelasnya dengan suaranya yang paruh.
Seakan tidak menghiraukan jarak, baik jarak jauh maupun bersahabat, Siram akan berangkat dengan berlangsung kaki demi duit Rp. 50 ribu sekali kerja. Bantuan dari pemerintah yang dia terima tidak cukup untuk menyanggupi kebutuhannya.
“Mboten cukup, angsal beras saking pemerintah tapi nggh dereng lawuhe (tidak cukup, dapat beras dari pemerintah namun kan belum lauknya),” papar Siram.
Siram menjelaskan, di rumahnya yang hanya bersekat tripleks itu tidak ada kamar mandi dan toilet. Bahkan pompa air pun tidak ada. Jika hendak mandi, mereka mesti meminta air kepada tetangganya.
“Mandi ten bak, banyune mendet ten tiang sebelah (mandinya di bak , airnya mengambil di tetangga sebelah),” terang sambil berselonjor.
Sedangkan untuk buang air besar, ia harus memakai jamban dan seringkali harus menggali apalagi dahulu kemudian memendam tinjanya.