Mencari Lokasi Ujung Galuh Dan Cangu Di Surabaya
SURABAYA, – Tinjauan kepada sejumlah data tulisan kuno hingga geografis perihal Surabaya menegaskan kembali jikalau kota ini dalam sejarahnya dibangun dari bantaran muara sungai, Ujung Galuh sampai Cangu.
Kedua kawasan itu dulunya ramai, selaku pintu masuk para saudagar banyak sekali negeri untuk mengambil barang dagangan di kawasan ini. Ujung Galuh di utara, bantaran muara Kali Mas. Sedangkan Cangu di bagian selatan, bantaran Sungai Brantas.
Sebenarnya peta lokasi Ujung Galuh dan Cangu tergambar terperinci dalam peta kuno keluaran tahun 1300-an, yang dibentuk setelah kemenangan Raden Wijaya melawan pasukan Tar-tar Mongolia. Namun sayang, peta itu hilang.
“Dikabarkan dibawa oleh prajurit Tar-tar ke negeri asalnya sesudah ekspedisinya ke Tanah Jawa gagal,” tulis Nanang Purwono dalam buku Sourabaya Kampung Belanda di Bantaran Jalur Perdagangan Kali Mas, 2011:9.
Sehingga untuk mencari lokasi persis Ujung Galuh dan Cangu, perlu menggali dari sejumlah data sahih berbentukprasasti hingga goresan pena-goresan pena buku kuno seperti Prasasti Kelagen, Prasasti Ngadat, buku Chu Fan Chi, kronik Cina, buku Pararaton, buku Harya Wijaya dan buku WP Groeneveldt.
Sementara data geografis Surabaya pada masanya, penulis berpegang pada peta kuno lain berbahasa Perancis. Peta ini diperkirakan dibentuk pada periode 17 – 18 ketika VOC Belanda masih berkuasa.
Ujung Galuh
Prasasti Kelagen peninggalan masa ke-11 menyebutkan, Ujung Galuh pada waktu itu merupakan bandar interinsuler Nusantara. Para nelayan digambarkan hilir mudik untuk mengambil barang dagangan lewat daerah itu.
“Prasasti ini didapatkan di Dukuh Kelagen Desa Tropodo Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo,” lanjutnya.
Melalui buku Chu Fan Chi buatan Chu Yu Kua tahun 1220 disebut pula, Ujung Galuh terletak di sebuah teluk yang menciptakan bay salt atau garam teluk. Sehingga diperkirakan, daerah bersejarah tersebut menghadap pribadi ke laut lepas atau kini sekitar muara Kali Mas Surabaya.
Cangu
Bersumber dari kronik Cina (WP Groneveldt, Dinasti Yuan:1293) menerangkan bahwa Ujung Galuh mempunyai banyak kawasan berlabuh, salah satu berair tawar. Dermaga ini kemudian bermetamorfosis jadi jujukan armada Tar-tar alasannya adalah air disana mampu dipakai untuk membersihkan tiram yang melekat pada bodi kapal.
Dalam sebuah ekspedisi ke Tanah Jawa, pasukan Tar-tar yang dikirim Kubilai Khan untuk menghukum Raja Kertanegara berpencar menjadi tiga tim. Kemudian mereka bertemu di Pa Tsieh (The Small River of Pa Tsieh).
“Pada peta agrarian Kotamadya Surabaya 1939 masih disebut adanya Desa Pacekan (Pa Tsieh An) di Wonokromo. Tepatnya di lokasi penyaringan air Kotamadya Surabaya. Kiranya apa? Yang disebut Pa Tsieh An oleh Cina ialah Pacekan,” tandas Nanang Purwono masih di buku yang sama:11.
Kemudian di buku Harsya Wijaya, tertulis berbahasa Jawa ‘Mangke wus wonten Jung Galuh sampun akukuto lor ikang Tegal Bobot Sekar sampun cirno linuran punang deca, tepi siring ing Cangu’.
“Kalimat itu dengan tegas menyebutkan adanya Desa Cangu di sebelah utara Tegalsari,” katanya:12
Berdasar data-data diatas, penulis menyimpulkan kalau Surabaya dibangun dari muara sungai dengan Ujung Galuh dan Cangu-nya. Sebagai pintu masuk ke pedalaman Pulau Jawa sampai Tulungagung sampai era ke 20 melalui Kali Mas.
“Karena adanya imbas vulkanis dan iklim selalu berpindah dari selatan ke utara mulai Waru sampai Ampel. Maka lokasi Surabaya Ujung Galuh di sekeliling tahun 1300 makin jadi terperinci,” pungkas ia:13