-->

Menolak Terpuruk Saat Pandemi, Begini Kisah Warga Di Mojokerto Mengais Rezeki Dari Bongkahan Watu

MOJOKERTO, – Begitu memasuki di lereng perbukitan tak jauh dari perkampungan Dusun Jatisumber, Desa Watusempek, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, terdengar dentingan logam berbenturan dengan benda keras, Minggu (27/6/2027) pagi.


Semakin siang, bebunyian itu semakin riuh. Bahkan bunyi kokok ayam yang pagi itu semula masih terdengar sayup-sayup kini seolah karam ditelan hiruk pikuk bebunyian beradunya logam dengan benda keras.


Samar-samar tampakpuluhan pria membungkukkan badan di depan sebongkah batu cukup besar. Memukul memakai palu, dan sasarannya logam pipih berujung lancip yang menancap pada bongkahan watu itu.


Begitulah para laki-laki perkasa menyambut pagi, berharap rezeki dari bongkahan batu yang mereka hasilkan hari ini.


Kecamatan Trowulan, Mojokerto, selain diketahui sebagai daerah situs cagar budaya nasional peninggalan kerajaan dan masyarakat Majapahit, juga menyimpan berbagai tradisi seni dan budaya. Salah satunya adalah kerajinan patung dari batu.


Keahlian memahat watu jadi patung di penduduk Trowulan memang telah turun temurun sejak nenek moyang hingga sekarang.


Selain membuat patung dengan aksara yang kuasa atau dewi dalam doktrin Hindu dan Budha, seiring perkembangan zaman, para pematung juga menciptakan patung dengan huruf kontemporer sesuai pesanan pembeli.


Achmad Zainudin misalnya, pria berusia 27 tahun ini bisa memahat kerikil sejak beliau duduk di dingklik SMP (SMP). Mulanya hanya sekadar menyaksikan. Lama-kelaman bergumul, mengamati proses pemahatan, lalu iseng mencoba dan akibatnya sudah biasa.


“Selain mencar ilmu sendiri, juga diajari oleh bapak,” ucapnya, Minggu (27/06/2021).


Ia mengaku memilih pekerjaan ini, selain alasannya keluarganya dahulu merupakan pemahat, pekerjaan ini juga cukup menjajikan untuk menyanggupi kebtuhan hidup sehari-hari.


“Penghasilannya lumayan untuk kebutuhan sehari-hari. Keluarga juga bekerja sebagai seorang pemahat,” tandasnya sambil tersenyum.


Melihat dari bersahabat, apa yang dilakukan Zainudin dan rekan-rekannya terasa sukar. Untuk memecah batu dan mengukir menjadi suatu patuh yang artistik dengan bermodalkan mesin grinder, palu dan besi belah.


Apalagi jenis batu yang mereka gunakan adalan batu andesit yang termasuk keras. Namun, pengalaman selama beberapa tahun membuat mereka terasah.


“Pertama, kerikil yang sudah disediakan dibelah dahulu sesuai ukuran yang kita inginkan. Baru lalu di ukir sesuai apa yang hendak kita buat. Ya kita juga harus telaten dan sabar,” Katanya.


Terkadang dia juga menggunakan sktesa gambar seperi yang diharapkan oleh pemesan. Jika tidak ada pesanan, dia lebih menentukan memahat patung sesui dengan kehendak hatinya.


Waktu pembuatannya pun tergantung tingkat kesusahan dan ukuran. Mulai dari satu minggu hingga satu bulan. Zainudin sendiri menggarap pesanan banyak sekali ukuran, mulai dari 40 sentimeter hingga 1 meter dan bermacam-macam jenis patung.


“Ada patung raja-raja, dewa-tuhan, tetapi yang paling disenangi atau paling banyak dipesan patung Budha,” paparnya.


Dalam keadaan pandemi Covid-19, Zainudin dan kawan-kawan tak ingin terpuruk. Ia ingin berdiri dari sebelumnya yang sempat terdampak.


Ia tidak bisa mengantarbarang ke luar kota. Dimana umumnya setiap bulannya selalu mengantarpesanan ke aneka macam kawasan di Indonesia, paling banyak ke Bali.


“Waktu pandemi kita susah untuk mengantarbarang. Tapi Kini, pesanan patung kerikil berkembangkhususnya dari hotel, daerah wisata, vila dan sejumlah perorangan di Bali,” terang Zanudin.


Dalam sebulan ia mampu menerima pesanan sekitar 50 – 100 biji patung dalam aneka macam ukuran dan harga. Untuk patung kecil dengan ukuran tinggi sekitar 50 – 60 sentimeter dijual sekitar Rp 1 juta.


Sedangkan patung besar dengan ukuran tinggi kisaran 1 hingga 2 meter dijual sekitar Rp 40 juta.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel