Pakar: Kebijakan Tidak Berguna Psbb Dan Ppkm Gagal Tekan Covid-19 Di Surabaya
SURABAYA, – Strategi pembatasan sosial yang diberlakukan pemerintah dalam menekan penyebaran covid-19 dinilai kurang efektif. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sampai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Bahkan, kegagalan juga diakui Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas yang dihadiri sejumlah menteri di Istana Bogor, (29/1/2021) kemudian.
“Kita mesti ngomong apa adanya. Ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi karena kita mempunyai index mobility-nya, sehingga di beberapa provinsi covid-nya tetap naik,” ucap Jokowi dikutip dari Tirto.id
Sementara berdasarkan pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Muhammad Atoillah Isfandiari. PSBB dan PPKM tak efektif dalam menekan penyebaran virus corona lantaran tidak adanya konsistensi, kejelasan dan ketegasan pemerintah.
“Itu yang selama ini tidak pernah hadir didalam setiap program apapun mulai dari PSBB maupun PPKM seperti kini ini,” ujar Dr Atoillah yang biasa bersahabat disapa Ato kepada (Kelompok Faktual Media), Senin (8/2/2021).
Ato menerangkan, inkonsistensi pemerintah kerap ditemui di lapangan. Kegiatan-kegiatan penduduk yang beresiko terjadi penularan dan semestinya dilarang justru diperbolehkan. Begitu juga sebaliknya, hal-hal yang boleh malah tidak diperbolehkan.
Ia juga menilai PSBB dan PPKM ialah program yang tidak mempunyai kejelasan, terutama soal pemberlakuan jam malam. Pemberlakuan jam malam menurut Ato tidak sesuai dengan biological plausibility atau karakteristik penularan Virus Covid-19.
“Sehingga ini tidak terang. Sebenarnya (PSBB dan PPKM) ini kebijakan apa,” lanjutnya.
Kemudian soal ketegasan Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair Surabaya ini menjelaskan, pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan membangun kesadaran penduduk tentang pentingnya disiplin Protokol Kesehatan (Prokes), ketimbang sibuk menjatuhkan hukuman bagi pelanggar Prokes. Karena berdasarkan Ato, memposisikan masyarakat sebagai subyek aturan itu jauh lebih baik ketimbang objek.
“Kalau melanggar dihukum atau diberi punishment. Dan itu akan menciptakan penduduk tidak akan pernah sadar dan pelanggaran itu bagi masyarakat menjadi suatu prestasi,” katanya.
“Dan aturan akan dijadikan hal negatif bagi penduduk ,” imbuh ia.
Sehingga wajar dikatakannya, jika ditengah-tengah masyarakat muncul praduga konspirasi serta ketidak kompetenan pemerintah dalam menanggulangi wabah covid-19.
Ato mencontohkan, penegakkan Prokes di jalan raya contohnya. Itu juga dianggap sia-sia karena penularan covid-19 di tempat itu tidak se-intensif yang terjadi di pemukiman warga. Seperti di daerah ibadah, pasar tradisional, hajatan sampai kegiatan sosial penduduk . Dimana penerapan Prokes di pemukiman warga justru terkesan diabaikan.
“Sehingga mau PSBB, mau PPKM, mau PPKM Mikro. Ketika konsistensi, kejelasan dan ketegasan ini nggak ada, ya saya kira kesudahannya nggak akan efektif,” tandasnya.
Oleh karena itu, beliau menyarankan kepada pemerintah biar lebih konsisten, jelas dan tegas dalam menerapkan pembatasan mobilitas warga. Berusaha sekeras-kerasnya membatasi interaksi penduduk berdasar karakteristik penularan Covid-19.
“Memang berat, karena ini berlawanan dengan nature (sifat alami) manusia yang mobile dan interaktif,” pungkas Ato.